China Nyatakan Tak Ragu Memulai Perang atas Taiwan, Padahal Dampaknya Bisa Lebih Parah dari Perang Rusia-Ukraina

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

(Ilustrasi) Xi Jinping dan PLA.
(Ilustrasi) Xi Jinping dan PLA.

Intisari-Online.com -PresidenChinaXi Jinping berjanji untuk merebut kembali pulau yang diperintah sendiri jika perlu dengan paksa.

BahkanChina tidak akan ragu untuk memulai perang jika Taiwan mendeklarasikan kemerdekaan.

Hal ini diucapkan oleh Menteri Pertahanan China Wei Fenghe, memperingatkan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin dalam pembicaraan tatap muka perdana di antara keduanya di Singapura pada Jumat (10/6/2022), menurut para pejabat.

"Jika ada yang berani memisahkan Taiwan dari China, tentara China pasti tidak akan ragu untuk memulai perang tidak peduli biayanya," kata Juru Bicara Kementerian Pertahanan China Wu Qian mengutip omongan Menteri Pertahanan China Wei Fenghe dalam pertemuan dengan Lloyd Austin.

Menteri Pertahanan China juga bersumpah bahwa Beijing akan menghancurkan hingga berkeping-keping setiap plot kemerdekaan Taiwan dan dengan tegas menjunjung tinggi penyatuan tanah air, menurut Kementerian Pertahanan China.

"(Dia) menekankan bahwa Taiwan adalah Taiwan-nya China... Menggunakan Taiwan untuk menahan China tidak akan pernah berhasil," tambah Kementerian itu, dilansir dari Kantor BeritaAFP.

Tapi Kepala Negosiator Perdagangan Taiwan John Deng pada Selasa (14/06/2022) memperingarkan bahwa serangan China ke Taiwan akan berpotensi menimbulkan gangguan perdagangan yang lebih buruk.

Dia mengingatkan ketergantungan dunia pada Taiwan, khususnya untuk chip semikonduktor yang digunakan pada kendaraan listrik dan ponsel.

"Gangguan terhadap rantai pasokan internasional, gangguan pada tatanan ekonomi internasional, dan kesempatan untuk tumbuh akan jauh, jauh lebih signifikan, daripada yang ini (perang Rusia-Ukraina)," katanya kepada Reuters dalam sebuah wawancara di sela-sela pertemuan tingkat menteri Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa, Swiss.

"Akan ada kekurangan pasokan di seluruh dunia," tambahnya sebagaimana dilansir dari DW pada Rabu (15/4/2022).

Pemerintah Taiwan belum melaporkan tanda-tanda akan adanya serangan dari China, tetapi mereka telah meningkatkan tingkat kewaspadaannya terhadap niat Beijing, sejak serangan Rusia ke Ukraina dimulai.

Pemerintah China mengatakan ingin "reunifikasi damai", tetapi mencadangkan opsi lain untuk Taiwan, yang dianggapnya sebagai provinsi China, yang secara demokratis memiliki pemerintahan sendiri.

Taiwan mendominasi pasar global untuk produksi chip paling canggih dan ekspornya bernilai 118 miliar dollar AS (Rp1.742 triliun) pada 2021.

Deng mengatakan dia berharap dapat mengurangi 40 persen bagian dari ekspor Taiwan ke China.

WTO, sejauh ini merupakan salah satu dari sedikit organisasi multilateral di mana China dan Taiwan bekerja berdampingan sejak Beijing memblokir partisipasinya pada negara lain.

Bagi WTO, Invasi Rusia ke Ukraina merupakan tragedi yang pertama dalam sejarah pengawas badan perdagangan global itu, di mana satu anggotanya telah menginvasi anggota yang lain.

Badan itu pun berharap untuk mencapai paket kesepakatan, termasuk keamanan pangan untuk meringankan pasokan.

Taiwan sendiri, turut andil dalam sanksi Barat terhadap Rusia dan memberikan sambutan baik terhadap delegasi WTO Ukraina pada Minggu (12/06/2022).

Baca Juga: Termasuk Senjata Pemusnah Massal Ini, Inggris Kirim Lebih Banyak Senjata ke Ukraina, 'Kami Tidak Akan Membiarkan Rusia Menang'

(*)

Artikel Terkait