Intisari-Online.com -
Tanya: Saya memiliki permasalahan dalam rumah tangga. Beberapa bulan yang lalu saya cekcok dengan suami gara-gara suami selingkuh. Suami berniat untuk menikah dengan wanita selingkuhannya tersebut, namun saya bersikukuh untuk tetap mempertahankan rumah tangga kami. Sementara suami tetap ingin menceraikan saya dengan alasan sudah tidak cinta lagi.
Pertanyaan saya, apakah secara hukum suami beristri lebih dari seorang diperbolehkan? Apakah dengan alasan sudah tidak cinta lagi suami berhak untuk menceraikan istrinya?
Terima kasih. (Yanti, di Penggilingan, Jakarta Timur)
Jawaban:
Sebelum menjawab pertanyaan Ibu, ada baiknya kami jelaskan terlebih dahulu apa yang disebut Perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa “... Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ...”
(Hukum: Bolehkah Kita Menolak Warisan?)
Mengenai pertanyaan Ibu apakah suami beristri lebih dari seorang diperbolehkan oleh hukum, maka jawabannya boleh. Namun ada aturannya. Pada asasnya, dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, begitu pula sebaliknya seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974).
Namun, di dalam undang-undang perkawinan diatur apabila seorang ingin beristri lebih dari seorang. Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa “... Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan ....”
Jadi, intinya bahwa ketika suami hendak beristri lebih dari seorang, maka harus dikehendaki terlebih dahulu oleh pihak yang bersangkutan dalam hal ini pihak istri dan harus ada persetujuan dari Pengadilan.
Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Perkawinan mengatur bahwa:
Sehingga, ketika suami hendak mempunyai istri lebih dari seorang, maka secara hukum Pengadilan hanya memberikan izin apabila istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan, istri tidak dapat melahirkan keturunan, dan izin yang diberikan oleh Pengadilan, harus ada persetujuan terlebih dahulu dari pihak yang bersangkutan dalam hal ini istri dan keluarganya.
- istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
- istri mendapat cacat badan/atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
- istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Mengenai suami Ibu yang selingkuh, ada hukum yang dapat menjerat suami dan wanita tersebut, yakni hukum pidana. Itu pun jika Ibu ingin mengadukan permasalahan ini pada pihak Kepolisian. Perbuatan suami Ibu sesungguhnya dapat diancam dengan pidana, khususnya pengaturan mengenai perbuatan zina, sebagaimana dimaksud dalam pasal 284 KUHP berikut :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
Juga, tidak kalah pentingnya, pasal 279 KUHP pun mengatur tentang larangan untuk menikah jika diketahui bahwa pernikahan tersebut terhalangi. Selengkapnya pasal 279 KUHP berbunyi:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:
Dalam kasus Ibu, pernikahan suami Ibu terhalangi karena adanya pernikahan Ibu, apabila ibu tidak tidak mengijinkannya untuk menikah lagi.
Mengenai alasan perceraian, undang-undang juga mengaturnya, bahwa alasan perceraian diatur di dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menjelaskan bahwa “… Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
Demikian penjelasan dari kami. (LBH Mawar Saron)
*) Jika Anda memiliki pertanyaan seputar hukum, silakan kirim pertanyaan ke email ini.