Intisari-Online.com -
Tanya:
Saya merupakan salah satu ahli waris atas tanah milik kakek saya yang berada di wilayah Bogor. Alas hak yang saya miliki adalah eigendom verponding.
Ternyata ketika ingin menjual tanah tersebut, saya mendapatkan masalah di Kantor Pertanahan setempat yang mengatakan bahwa sudah tercatat sertifikat hak milik atas nama orang lain di atas tanah saya tersebut.
Saya sangat terkejut karena dari antara kami para ahli waris tidak pernah sekalipun mengalihkan hak kepemilikan tanah tersebut kepada siapapun.
Apakah hak eigendom verponding milik kami dapat hilang begitu saja tanpa pernah kami mengalihkannya? Bagaimana cara kami untuk merebut kembali hak atas tanah tersebut?
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan saudara.
Eigendom Verponding (EV) merupakan istilah dalam bahasa Belanda, yang dalam berbagai literatur hukum dan kamus hukum diartikan sebagai hak milik atas tanah. Eigendom artinya hak kepemilikan mutlak, sedangkan Verponding artinya sebidang tanah. Jadi dapat diartikan bahwa EV adalah hak milik atas sebidang tanah. EV merupakan salah satu produk hukum pertanahan dari zaman penjajahan kolonial Belanda di Indonesia untuk menyatakan hak kepemilikan seseorang atas tanah. Selain itu dikenal juga Verponding Belasting, yaitu Pajak atas tanah verponding yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 72 Tahun 1958 Tentang Pajak Verponding Untuk Tahun-tahun 1957 dan Berikutnya.
Namun, pada tahun 1960 disahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) sebagai desakan atas perlu adanya hukum agraria nasional, yang berdasar atas hukum adat tentang tanah yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Lahirnya UUPA secara otomatis memberikan dampak bagi keberadaan dan kedudukan hak-hak atas tanah peninggalan Pemerintahan Kolonial Belanda, termasuk juga EV.
Setelah berlakunya UUPA, hak atas tanah yang dialasi EV secara hukum sudah harus dikonversi (disesuaikan) menjadi hak atas tanah yang baru, yaitu Hak Milik. Namun hingga saat ini masih cukup banyak masyarakat yang belum melakukan konversi atas hak-hak tanah yang lama tersebut. Pengertian dari konversi itu sendiri, menurut Pakar Hukum Agraria Prof. DR. A.P. Parlindungan, S.H., adalah penyesuaian hak-hak atas tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum lama yaitu: hak-hak tanah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Barat dan tanah-tanah yang tunduk kepada Hukum Adat untuk masuk dalam sistem hak-hak tanah menurut ketentuan UUPA. Pelaksanaan Konversi EV menjadi Hak Milik harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang substantif, yaitu ketentuan Pasal 21 UUPA dan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997).
Terkait tanah saudara yang tidak dapat diperjual-belikan, memang benar bahwa tanah yang sedang dalam silang sengketa tidak dapat dipindahtangankan atau diperjual-belikan. Ketentuan tersebut adalah untuk menlindungi kepentingan hukum dari pemegang hak yang sebenarnya, agar tidak dirampas oleh orang yang tidak berhak. Oleh karena saudara merasa telah dirugikan dengan terbitnya Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama orang lain di atas tanah tersebut, maka saudara harus mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang melingkupi wilayah hukum dimana tanah tersebut berada agar Pengadilan menentukan siapa pemilik tanah yang sebenarnya. Namun, yang perlu diperhatikan adalah ketentuan dalam Pasal 32 PP 24/1997, yang pada intinya menyatakan bahwa jangka waktu bagi pihak yang merasa dirugikan dengan terbitnya suatu sertifikat hak atas tanah adalah 5 (lima) tahun sejak terbitnya sertifikat hak atas tanah tersebut. Setelah lewat dari 5 (lima) tahun, maka segala tuntutan terhadap sertifikat tersebut dinilai kadaluarsa.
Namun apabila pada akhirnya putusan pengadilan memenangkan saudara, maka saudara dapat memintakan Badan Pertanahan setempat untuk mencabut SHM yang telah dibatalkan oleh Pengadilan tersebut, kemudian membuatkan SHM atas nama saudara atau salah satu ahli waris yang sah di atas tanah tersebut. Penetapan ahli waris yang sah dapat dimohonkan kepada Pengadilan Negeri setempat (bagi yang beragama Non-Islam) atau kepada Pengadilan Agama setempat (bagi yang beragama Islam). Dengan berakhirnya silang sengketa atas tanah tersebut, barulah jual beli dapat dilaksanakan.
Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Sumber dan Dasar Hukum: