Intisari-online.com - Tindakan Barat dinilai tidak bersahabat dengan Rusia telah membuka babak permusuhan baru.
Sederet sanksi yang dijatuhkan ke Rusia telah memberatkan negeri Tirai Besi, dan kini Rusia pun berniat membalasnya.
Seperti sanksi ekonomi dengan melarang negeri Eropa melakukan transaksi minyak dan gas ke Rusia.
Menurut 24h.com.vn, pada Rabu (4/5/22), Presiden Rusia Vladimir Putin, akan membalas tindakan Barat.
Dekrit baru Presiden Rusia Putin bertujuan untuk membuka jalan bagi Moskow untuk menghukum "tindakan tidak bersahabat" Barat.
Menurut dekrit yang ditandatangani oleh Putin pada (3/5), Rusia akan melarang ekspor barang dan bahan mentah serta transaksi dengan individu dan organisasi di Barat dalam daftar sanksi.
Perusahaan Rusia juga diizinkan untuk melepaskan kewajiban kontraktual mereka dengan entitas asing yang terkena sanksi.
Menurut keputusan Presiden Putin, pemerintah Rusia akan memiliki waktu 10 hari untuk menyelesaikan daftar entitas Barat yang dikenai sanksi dan mengusulkan "langkah-langkah tambahan".
Dekrit Putin menyatakan bahwa ini adalah "tindakan khusus" untuk "menanggapi" atau melindungi kepentingan nasional Rusia dari "tindakan tidak bersahabat Barat, terutama AS".
Keputusan Putin berlaku sampai Barat mencabut sanksi terhadap Rusia.
Saat ini tidak ada daftar khusus individu dan organisasi di Barat yang disetujui oleh Rusia di bawah dekrit baru.
Sejak Rusia melancarkan kampanye militer di Ukraina (24/3), AS dan banyak sekutunya telah memberlakukan serangkaian sanksi ekonomi terhadap Moskow.
Menurut Reuters, Uni Eropa (UE) akan mengumumkan paket sanksi keenam terhadap Rusia pada (3/5).
Beberapa analis percaya bahwa paket sanksi UE yang baru mungkin mencakup larangan impor minyak dari Rusia.
Konflik pecah, menyebabkan Rusia dan Ukraina menderita banyak kerusakan dan kehidupan jutaan warga sipil terpengaruh, menurut Reuters.
Pada (3/5), Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan bahwa hampir 1,1 juta warga Ukraina telah dievakuasi ke Rusia sejak (24/2).
"Di mana, ada hampir 200.000 anak-anak," kata Kementerian Pertahanan Rusia.