Intisari-Online.com - Uni Soviet secara resmi berdiri pada bulan Desember 1922 yang kemudian dipimpin oleh Vladimir Lenin.
Itu terjadi setelah serangkaian revolusi menimpa Kekaisaran Rusia yang dipimpin seorang Tsar.
Tsar sendiri merupakan gelar penguasa monarki. Kata 'tsar' diketahui berasal dari gelar kaisar-kaisar Romawi, Caesar.
Demi menjalankan stabilitas, rezim tsar bersikeras pada otokrasi kaku yang menutup partisipasi masyarakat dalam pemerintahan.
Pada awal 1900-an, Rusia adalah salah satu negara paling miskin di Eropa dengan jumlah petani yang sangat besar dan minoritas pekerja industri yang miskin yang terus bertambah, dilansir dari History.
Puncaknya terjadi pada tahun 1917, di mana Rusia memasuki fase krisis internal yang akhirnya berujung pada revolusi.
Sebelum revolusi yang terjadi pada tahun 1917, Kekaisaran Rusia terlebih dahulu menghadapi revolusi tahun 1905.
Pada akhir abad ke-19, terjadi ledakan populasi yang mengakibatkan kepadatan penduduk dan kemiskinan baru bagi pekerja industri Rusia.
Protes besar oleh pekerja Rusia terhadap monarki menyebabkan pembantaian Minggu Berdarah tahun 1905.
Ratusan pengunjuk rasa yang tidak bersenjata terbunuh atau terluka oleh pasukan tsar.
Pembantaian itu memicu revolusi Rusia tahun 1905, di mana para pekerja yang marah menanggapinya dengan serangkaian pemogokan yang melumpuhkan di seluruh negeri.
Kemudian revolusi pertama pada tahun 1917 terjadi pada bulan Februari.
Setelah pertumpahan darah tahun 1905, Tsar Nicholas II menjanjikan pembentukan serangkaian majelis perwakilan, atau Dumas, untuk bekerja menuju reformasi.
Tetapi, Tsar Nicholas II berulang kali membubarkan Duma.
Selain itu, Rusia juga terlibat dalam Perang Dunia I melawan Jerman. Namun, karena bukan lawan yang seimbang, korban Rusia jauh lebih besar dari yang pernah diderita negara manapun sebelumnya.
Kaum moderat bergabung dengan kelompok radikal Rusia untuk menggulingkan rezim tsar.
Baca Juga: Jangan Sampai Nyesel Lagi, Kenali Penyebab Nasi Cepat Bau di Magic Com
Pada 8 Maret 1917 (23 Februari kalender Julian) terjadilah Revolusi Februari. Disebut demikian karena Rusia menggunakan kalender Julian hingga Februari 1918.
Selanjutnya pada 6 dan 7 November (24 dan 25 Oktober dalam kalender Julian) kaum revolusioner kiri yang dipimpin oleh pemimpin Partai Bolshevik Vladimir Lenin melancarkan kudeta melawan pemerintahan sementara Duma.
Ini menjadi peristiwa revolusi lainnya di tahun 1917, dikenal pula sebagai revolusi Bolshevik.
Revolusi ini dilancarkan sebab Bolshevik mmelihat kekurangan dalam pemerintahan sementara Rusia, kelompok ini pun mengumpulkan aliansi dan massa untuk melakukan revolusi penjatuhan pemerintahan sementara.
Bolshevik dan sekutu mereka menduduki gedung-gedung pemerintah dan lokasi strategis lainnya di Petrograd.
Mereka segera membentuk pemerintahan baru dengan Lenin sebagai kepalanya. Lenin pun menjadi diktator negara komunis pertama di dunia.
Pasca Revolusi Bolshevik atau yang disebut Revolusi Oktober ini, Perang Saudara antara Tentara Merah dan Tentara Putih Lenin pecah di Rusia.
Pada 16 Juli 1918, Romanov diserang oleh Bolshevik.
Perang tersebut berakhir pada tahun 1923 dan Tentara Merah Lenin mengklaim kemenangan, dan berdirilah Uni Soviet.
Dampak Revolusi Rusia
Revolusi Rusia berdampak pada terbentuknya Uni Soviet, sebuah negara sosialis pertama di dunia.
Selain itu, peristiwa ini juga memiliki dampak bagi dunia, termasuk bagi Indonesia.
Dalam buku The Russian Revolution (1994) karya Sheila Fitzpatrick, Revolusi Rusia berdampak pada meluasnya paham komunisme di dunia.
Keberhasilan Lenin dan Bolshevik mendirikan negara komunis menjadi inspirasi pergerakan revolusi di negara-negara terjajah lainnya.
Revolusi Rusia juga menyebabkan berkembangnya ideologi komunis dan sosialis di Indonesia.
Pada awal abad ke-20 Masehi, beberapa tokoh Sarekat Islam menganut paham komunis seperti Semaoen, Alimin dan Darsono.
Hal tersebut menyebabkan pecahnya Sarekat Islam menjadi dua yaitu SI Putih dan SI Merah.
SI Merah lalu berkembang menjadi Partai Komunis Indonesia pada tahun 1924.
(*)