Intisari-Online.com -Banyak pihak yang meyakini, atau setidaknya menduga, bahwa Taiwan kelak akan menjadi Ukraina berikutnya.
Bayangkan saja, Rusia saja yang sebelumnya selalu mengelak untuk melakukan invasi, pada akhirnya benar-benar menyerang Ukraina.
Sementara China, melalui Presiden Xi Jinping berulang kali menyebut akan merebut kembali Taiwan ke dalam pelukannya.
Bahkan, Xi Jinping sempat menekankan upaya China untuk merebut kembali Taiwan bisa saja menggunakan cara paksaan.
Maka, invasi Rusia ke Ukraina bak menjadi contoh nyata bahwa serangan sebuah negara raksasa ke negara tetangganya merupakan hal yang sangat mungkin terjadi.
Apalagi, baik Ukraina maupun Taiwan berbagi sebuah identitas yang sama, yaitu sama-sama negara demokrasi muda.
Meski berada dalam tekanan besar untuk menjadi Ukraina berikutnya, pada dasarnya Taiwan justru sudah memiliki "perisai pelindung" sendiri.
Sebuah alat yang kelak dapat membuat mereka mampu meredam "nafsu" invasi China tanpa harus mengemis bantuan Amerika Serikat, apalagi sampai menggunakan senjata nuklir.
Bukan apa-apa, "perisai pelindung" yang juga dapat disebut sebagai "senjata rahasia" ini mampu membuat hampir seluruh dunia lumpuh, termasuk China.
Ada pertaruhan yang sangat tinggi yang membuat China justru akan terpuruk jika sampai nekat menghantam Taiwan.
Hal ini diungkapkan olehJared McKinney, seorang sarjana di Air University,seperti dilansir olehAl Jazeera.
Lalu, apakah yang dimaksud sebagai "perisai pelindung" alias "senjata rahasia" yang dimaksud?
Ternyata, yang dimaksud adalah dominasi Taiwan dalam industri semikonduktor dunia.
Bayangkan saja, saat ini, 92 persen dari produksi dunia untuk node proses semikonduktor di bawah 10 nanometer berasal dari Taiwan.
Tanpa keberadaan semikonduktor-semikonduktor ini, bisa dipastikan industri elektronik bahkan pertahanan dunia akan lumpuh.
China, yang seolah-olah berdiri penuh kuasa di atas Taiwan, pada kenyataannya juga menjadi salah satu negara yang sangat tergantung dengan pasokan semikonduktor Taiwan.
“China memang sangat pandai dalam algoritma, perangkat lunak, dan solusi pasar. Akan tetapi, industri mereka sangat membutuhkan banyak chip komputer berperforma tinggi (HPC) yang tidak mereka miliki,” kata Ray Yang Direktur Konsultan di Institut Penelitian Teknologi Industri Taiwan, seperdi dilansir Al Jazeera.
Industri yang dikembangkan dengan sangat baik oleh Taiwan selama tiga dekade tersebut pada akhirnya membuat China justru menjadi sangat tergantung.
Tanpa pasokan semikonduktor Taiwan, teknologi kecerdasan buatan (AI) dan teknologi 6G China akan lumpuh.
Hanya saja, pada kenyataannya, China sudah sangat sadar dengan kondisi ketergantungan tersebut.
Mereka diketahui melakukan berbagai macam upaya untuk bisa membangun industri semikonduktor sendiri.
Termasuk dengan cara mencuri pengetahuan yang dimiliki oleh Taiwan, yang jelas-jelas sudah lama diincarnya.
Salah satu buktinya terungkap beberapa bulan lalu, saat Taiwan menggerebek delapan perusahaan teknologi China dan menginterogasi 60 mata-mata China yang diduga mencoba memburu insinyur ahli Taiwan.