Intisari-Online.com -Perang selama sebulan antara Rusia dan Ukraina telah menewaskan ribuan orang, jutaan orang mengungsi dan kota-kota hancur.
Angkatan bersenjata Rusia sebagian besar tetap frustrasi oleh perlawanan sengit Ukraina, tanpa ada tanda berakhirnya konflik.
Pada 24 Februari, Presiden Rusia Vladimir Putin meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina yang merupakan serangan terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II dan menyiratkan kemungkinan eskalasi nuklir jika ada campur tangan Barat.
Dilansir Al Jazeera, setelah angkatan bersenjata Rusia tidak dapat menguasai Ukraina dengan serangan kilat pada minggu pertama perang, mereka mengubah strategi menjadi pemboman kota-kota dengan artileri, serangan udara dan misil.
Target warga sipil termasuk rumah sakit, gereja dan perumahan telah diserang, membuat Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebut Putin sebagai "penjahat perang".
Melansir Kompas.tv, baru-baru iniKementerian Pertahanan Rusia membagikan rekaman video serangan udara pada sistem rudal Buk Ukraina yang dilakukan oleh rudal Iskander.
Video lain yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan pada hari Sabtu (26/3/2022) diduga menunjukkan sebuah pos komando Ukraina yang hancur yang ditangkap oleh pasukan Rusia di wilayah Kyiv.
Sebelumnya rudal jelajah berpemandu presisi Rusia menghancurkan depot militer Ukraina di wilayah Zhytomyr.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan Igor Konashenkov melaporkan sebuah video yang menunjukkan peluncuran rudal dari kapal angkatan laut disediakan oleh Kementerian Pertahanan.
“Pasukan Angkatan Bersenjata Rusia berjuang untuk merebut Novomikhailovka dan Novobakhmutovka, menimbulkan kerusakan akibat kebakaran di benteng dan cadangan musuh,” kata Juru Bicara Kementerian Pertahanan Igor Konashenkov dilansir dari APTN dan Russian Defence Ministry.
Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan Rusia terus mengepung sejumlah kota besar Ukraina termasuk Kharkiv, Chernihiv dan Mariupol.
Jalan keluar sejauh ini sulit dipahami.
Ukraina dan Rusia mengisyaratkan mereka mungkin mendekati kesepakatan pada 16 Maret.
Tetapi pembicaraan terus berlanjut, cerminan dari kesulitan yang dihadapi Ukraina dalam menyerahkan aspek penentuan nasib sendiri, seperti bergabung dengan UE atau NATO, atau merelakan bagian dari wilayah kedaulatannya, termasuk wilayah Donbas dan Crimea yang dianeksasi Rusia.
Ketika Rusia terus berperang, sementara Eropa, AS, Kanada, dan Inggris meningkatkan biaya perang Rusia, dunia menjadi semakin terpolarisasi antara blok demokrasi liberal Barat dan lainnya.
China, yang tidak mengutuk serangan Rusia terhadap Ukraina, membuat keputusan di badan multilateral seperti PBB sulit dijangkau.
(*)