Intisari-Online.com – Pada masa Perang Dunia Pertama, ada satu senjata yang benar-benar inovatif dan sangat efektif, yaitu tank.
Senjata ini hanya digunakan menjelang akhir perang, tetapi potensinya sungguh jelas.
Pada ‘masa damai’ kendaraan perang ini dikembangkan lebih jauh, dengan desain menara yang menjadi salah satu favorit.
Tank dibuat dengan tipe dan jumlah yang berbeda oleh setiap negara di dunia, dengan senjata yang lebih baik, baju besi yang lebih tebal, dan suspensi yang lebih canggih.
Seperti halnya negara lain di awal Perang Dunia Kedua, Uni Soviet berusaha memahami cara menangani senjata fenomenal ini.
Jerman merupakan pendukung kuat tank, dan mereka telah menggunakannya untuk efek yang menghancurkan dalam kampanye Polandia dan Prancis mereka (September – Oktober 1939 dan Mei – Juni 1940).
Jerman memasukkan senjata ini ke dalam strategi Blitzkrieg mereka.
Blitzkrieg (perang petir), adalah serangan yang dilakukan dengan kecepatan, kejutan, dan kekuatan yang luar biasa, dengan menggunakan kekuatan udara dan unit darat mekanis dalam koordinasi yang erat.
Yang terpikirkan ketika itu adalah cara terbaik untuk mengalahkan tank, adalah dengan tank atau senjata anti-tank lain.
Prajurit infanteri itu diharapkan menggunakan granat tangan atau senapan anti-tank, yang akhirnya ternyata kurang efektif karena pelindung tank semakin tebal.
Pada tahun 1941, Uni Soviet mencoba untuk melawan ini dengan memperkenalkan senapan Anti-Tank PTRS-41 Simonov baru yang dapat menembus lapis baja 40mm pada ketinggian 300 kaki (sekitar 91,5m).
Saat yang bersamaan, Jerman pun memperkenalkan medium tank Panzer IV Ausf.E yang memiliki frontal armor 50 mm.
Itu berarti tank hanya bisa diserang pada jarak yang cukup dekat dari samping atau belakang.
Ternyata, Simonov bukannya tanpa masalah, senjata ini sulit untuk digunakan, tidak dapat diandalkan, dan ‘ribet’ untuk dioperasikan karena beratnya hampir 21 kg, tidak mudah untuk membawanya berkeliling.
Uni Soviet pun mulai mencari solusi inovatif untuk melengkapi mereka dalam kemampuan anti-tank, akhirnya mereka memutuskan untuk mengerahkan anjing yang membawa bahan peledak untuk menyerang perut lembut tank musuh.
Rupanya gagasan menggunakan anjing sebagai anti-tank bukan hal baru bagi Uni Soviet.
Mereka melihat kemungkinan itu pada awal 1930-an dan memberi senjata itu dengan nama ‘ranjau anjing’.
Kelihatannya konyol, berpikir bahwa anjing pembawa bom bisa menjadi senjata yang layak, apalagi melawan tank.
Ada sejarah panjang tentang hewan yang digunakan secara imajinatif dalam peperangan.
Mulai dari gajah perang yang digunakan oleh Persia pada abad ke-3 SM hingga merpati pos yang digunakan selama Perang Dunia I untuk komunikasi jara jauh, keduanya sangat sukses.
Maka, pada tahun 1935, tentara Soviet pun mendirikan unit anjing khusus anti-tank.
Menurut mereka, melatih anjing itu sederhana, yaitu mengambil pendekatan teori Pavlov.
Teori Pavlov, yaitu Anda mengkondisikan seseorang untuk mengaitkan hadiah dengan tindakan.
Contoh yang digunakan Pavlov adalah membunyikan bel setiap kali seekor anjing diberi makan, maka anjing itu kemudian akan ngiler ketika mendengar bel karena mengaitkan bel dengan makanan, inilah disebut respons terkondisi.
Mereka akan membuat anjing kelaparan dan kemudian menaruh makanan di bawah tangki yang tidak bergerak, dengan seiringnya waktu maka anjing akan dikondisikan secara naluriah mencari makanan di bawah tank.
Ide awalnya, anjing itu dilengkapi dengan bom yang dapat diledakkan menggunakan pengatur waktu atau remote control.
Anjing itu dilatih untuk berlari di bawah tangki, lalu melepaskan bomnya dengan menggunakan giginya untuk melepaskan tali pengikat bom, kemudian dia berlari kembali ke pawangnya.
Dalam sebuah uji coba, ternyata gagal total. Jika anjing dihadapkan dengan skenario yang paling sederhana, mereka menjadi bingung dan tidak dapat menyelesaikan misi.
Anjing itu sering kembali ke pawang mereka dengna bom dummy yang masih terpasang, jika itu bom sungguhan dengan pengatur waktu, tentunya konsekuensi bisa berakibat fatal bagi pawang dan pasukan Soviet di sekitarnya.
Lalu datanglah invasi Jerman yang mengejutkan pada bulan Juni 1941 dan serangan gencar yang ditimbulkannya.
Soviet pun mulai mengerahkan unit anjing anti-tank mereka, meskipun mereka putus asa dan perlu untuk membendung aliran Jerman yang jumlahnya semakin meningkat saat Operasi Barbarossa.
Operasi Barbarossa adalah invasi kejutan Poros ke Uni Soviet yang dipimpin oleh Angkatan Bersenjata Jerman. Ini dimulai pada 22 Juni 1941, dan melibatkan kekuatan penyerang hampir 3 juta tentara, 9.000 pesawat, dan sekitar 11.000 tank.
Peralatan dan taktik yang digunakan Soviet menjadi standar, kemudian berbagai jenis anjing digunakan, tetapi yang paling umum digunakan adalah Alsatian (gembala Jerman) yang ironisnya adalah jenis anjing Jerman, yang terkenal karena kelincahannya, stamina, kecerdasan, dan kemampuannya untuk dilatih.
Bom yang digunakan adalah jenis kontak, bukan pengatur waktu yang kompleks dan cacat atau versi kendali jarak jauh.
Anjing-anjing itu membawa bom sekitar 11 kg bahan peledak, yang terkandung dalam satu set kantong, masing-masing satu kantong ditempatkan di sisi kanan-kiri hewan itu.
Setelah bom diaktifkan dengan melepas peniti, tuas pegas kayu 8 inci yang mencuat dari atas terhubung ke dua kantong. Jika tuas bersentuhan dengan sesuatu dan didorong mundur cukup jauh, bom akan meledak.
Saat anjing dilatih untuk berlari di bawah tangki, diantisipasi bahwa bagian bawah tangki akan meledakkan bom.
Karena armor biasanya sangat lemah di sini, diharapkan ledakan berikutnya setidaknya akan melumpuhkan tank, jika tidak menghancurkannya sepenuhnya.
Satuan tersebut digunakan antara tahun 1941 hingga 1942. Namun, banyak masalah yang ditemui yang sangat mengurangi efektivitasnya, antara lain:
- Anjing-anjing itu dilatih dalam kondisi pertempuran steril, jadi mereka tidak terbiasa dengan target bergerak atau suara keras di medan perang.
- Dalam kebingungan, anjing-anjing itu kembali ke pawang atau pasukan masih dengan bomnya, dan meledak, akhirnya membunuh semua orang.
- Soviet menggunakan tank diesel untuk melatih anjing, sementara di medan perang, Jerman menggunakan tank berbahan bakar bensin, yang membuat hidung anjing sensitif dan justru mengarahkan ke tank Rusia, bukan tank Jerman.
- Jerman pun dengan cepat menembak anjing di medan perang yang membawa sesuatu yang mencurigakan.
- Karena anjing itu menjalankan misi bunuh diri, beberapa pawang merasa tidak tega pada anjing mereka untuk membiarkan mereka melakukannya, melansir warhistoryonline.
-Anjing-anjing itu membutuhkan banyak waktu untuk dilatih, jadi bukan berarti hemat biaya bila digunakan untuk misi bunuh diri.
Jerman pun mengejek Soviet dalam penggunaan unit anjing, mereka mengklaim Soviet terlalu takut untuk perang dan malah mengirim anjing ke medan perang.
Jerman menganggap anjing anti-tank ini sebagai bentuk persenjataan yang putus asa dan tidak efisien.
Tetapi, Soviet menyombongkan keberhasilan besar mereka, yang mengklaim bahwa di Stalingrad (1942-43), unit anjing menghancurkan 13 tank, di Kursk (1943), 16 tank lain dihancurkan.
Unit anjing menghancurkan total sekitar 300 tank musuh, meksipun jumlah yang lebih mungkin mendekati 50 tank.
Namun, kita tidak pernah tahu seperti apa kefektifan unit anjing anti-tank ini.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari