Ditekan Ketakutan Diserang Rusia, Presiden Perancis dan Kanselir Jerman Tiba-tiba Telepon Sekutu Setia Vladimir Putin Ini Alih-alih Joe Biden, China Bisa Selesaikan Perang Rusia-Ukraina?

May N

Editor

Intisari - Online.com -Sebuah video call tiga arah pada 8 Maret antara Presiden China Xi Jinping dan pemimpin-pemimpin Eropa Emmanuel Macron dan Olaf Scholz meningkatkan prospek inisiatif diplomatik yang sebelumnya tidak dipikirkan beberapa minggu sebelumnya.

Hal itu adalah China mungkin menjadi penengah perang Ukraina, meraih posisi tinggi diplomasi sebagai pembuat kedamaian.

Selama 10 tahun belakangan, ambisi teritori China di Laut China Selatan, ikut campur di Hong Kong dan ketegangan perbatasan dengan India telah meninggalkan China di dalam isolasi diplomasi yang cukup mengerikan.

Namun perang Ukraina membuka sebuah kesempatan untuk sebuah revolusi diplomatik yang bisa menempatkan China sebagai pembuat perdamaian.

Melansir Asia Times, kombinasi tragis dari penjangkauan Amerika dan reaksi berlebihan Rusia meninggalkan dunia dalam sebuah kekosongan diplomasi.

Dengan mencari cara memperluas NATO sampai ke perbatasan Rusia, Washington membujuk Moskow bahwa tujuan mereka adalah mengepung Rusia.

Meninggalkan kerangka Minsk II, Kyiv meyakinkan Rusia jika Ukraina telah menjadi cakar kucing AS.

Perancis dan Jerman, yang mendukung kompromi Minsk, gagal bertahan pada prinsip mereka melawan oposisi AS.

Baca Juga: Bak Kebakaran Jenggot Usai Berikan Sanksi ke Rusia, Negara-Negara Arab Mendadak Ogah Terima Panggilan Dari Amerika Gara-Gara Hal Ini

Baca Juga: AS Kebingungan, Gara-Gara Rusia Kena Sanksi Barat Dipredisi Dunia Akan Kekurangan Minyak, Amerika Serikat Sampai Mendekati Negara Miskin Ini Untuk Dijadikan Rusia Berikutnya!

Hasilnya adalah blunder negara-negara Eropa yang menyebabkan Perang Dunia I.

Hal ini membuka kesempatan bagi China untuk menengahi, karena China tidak berkompromi dengan kesalahan yang menuntun pada krisis tersebut, dan mereka punya hubungan baik dengan para antagonis dan sebuah dialog yang berjalan dengan Eropa.

Tentu saja satu-satunya yang ganjil hanyalah Amerika Serikat.

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba pada 1 Maret dalam pembicaraan telepon meminta koleganya di China, Wang Yi, untuk menengahi krisis tersebut, menyatakan bahwa "China telah memainkan sebuah peran konstruktif atas masalah ini dan Ukraina siap meningkatkan komunikasi dengan pihak China. Ia antusias terhadap upaya mediasi China meraih gencatan senjata."

Ide mediasi China menarik perhatian di Eropa.

Sebagai "mitra strategis" Rusia dan mitra kunci perdagangan Ukraina, China satu-satunya negara di dunia dengan hubungan kuat dengan kedua belah pihak dalam konflik ini, seperti disampaikan komentator Eropa.

"Kapan China menghentikan Putin?" tulis Eduard Steiner yang dimuat dalam koran sayap kanan Die Welt 8 Maret kemarin.

China memiliki "hubungan dekat yang baik dengan Ukraina," papar analisis Die Welt.

Baca Juga: Negaranya Diobrak-Abrik Rusia, Ternyata Ukraina Kepergok Bangun Laboratorium Senjata Biologis dengan Amerika, Penykit Mematikan Ini Ditemukan Sedang Dipelajari Disana!

Baca Juga: Dikira Kalah Telak Setelah Digempur Rusia, Rupanya Ukraina Sanggup Beri Perlawanan Mematikan Ini, 30 Pesawat Rusia Sudah Jadi Korbannya

Diplomasi AS dipojokkan ke sudut.

Washington berkomitmen untuk mengalahkan Rusia di Ukraina dan menghancurkan ekonomi Rusia, melalui pengiriman senjata canggih kepada Pasukan Bersenjata Ukraina dan penerapan sanksi nuklir termasuk merampasan lebih dari separuh dana Rusia sebesar USD 630 di jasa penukaran valuta asing.

Hal ini melampaui penanganan ekonomi lainnya yang dilakukan oleh AS melawan Uni Soviet selama Perang Dingin dan tidak punya preseden masa damai.

Keputusan Washington tidak membawa ke mana-mana: jika sanksi dan persenjataan gagal menghancurkan keinginan Rusia, hal yang mungkin adalah kebuntuan permanen.

Dari sudut pandang Eropa, respon AS adalah kasus penjangkauan.

Kanselir Scholz seperti halnya Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada 7 Maret menyatakan mereka tidak akan memberi sanksi pada penjualan hidrokarbon Rusia ke Eropa, kontras dengan Presiden Biden yang mengumumkan menunda pembelian minyak Rusia oleh AS pada 8 Maret kemarin.

Harga minyak di pasar AS meningkat USD 9 per barel, atau 8%, atas aksi Biden.

Warga Eropa sudah membayar gas sebesar 10 kali lipat dari harga Februari 2021 untuk gas alam, dan potensi kerugian ekonomi untuk Eropa sangat parah.

Baca Juga: Perang Amerika vs Rusia Sudah di Depan Mata! Polandia Mendadak Kirim Semua Jet Tempur Era Uni Soviet ke Pangakalan Udara Amerika, Bikin Seluruh Dunia Panik

Baca Juga: Beredar Video Kereta Lapis Baja Rusia dengan Simbol 'Z', Analis Sebut Rusia Bakal Menggunakannya untuk Perbaiki Masalah Ini dalam Militernya

Dalam pertemuan video dengan Macron dan Scholz, Xi Jinping mengatakan bahwa "China menghargai upaya Jerman dan Perancis menengahi situasi di Ukraina, dan bersedia mempertahankan komunikasi dan koordinasi dengan Perancis, Jerman, dan Uni Eropa, dan memerankan peran penting dengan komunitas internasional sesuai kebutuhan semua pihak yang khawatir," menurut laporan di situs China guancha.cn.

Situs berita China menambahkan, "Xi Jinping menekankan bahwa kami seharusnya bergabung mendukung perdamaian Rusia-Ukraina, membantu dua belah pihak mempertahankan momentum negosiasi, menangani kesulitan dan melanjutkan pembciaraan meraih hasil dan perdamaian."

Xi Jinping juga menyeru "pengekangan maksimum untuk mencegah krisis kemanusiaan skala besar," menambahkan bahwa China "bersedia menyediakan bantuan kemanusiaan lebih jauh untuk Ukraina, Kami perlu bekerja sama untuk mengurangi dampak negatif krisis."

Sanksi yang kini diterapkan "akan memiliki dampak stabilitas keuangan global, energi, transportasi, dan rantai pasokan dan akan menyeret ekonomi dunia."

Baca Juga: Walau Militernya Lemah, Ukraina Buktikan Dirinya Bisa Memberi Perlawanan Sengit Sampai Bikin Militer Rusia Juga Alami Kerugian Besar, Terkuak Jumlah Pesawat Rusia yang Ditumbangkan Ukraina

Baca Juga: Selain Rudal Supercepat, Rusia Ternyata Punya Senjata Paling Mematikan di Bumi, Tanpa Harus Menembak Apalagi Meledak Seperti Seperti Bom Nuklir, Senjata Ini Diklaim Bisa Bikin NATO Kocar-Kacir

Artikel Terkait