Intisari-online.com - Memanasnya situasi di Ukraina membuat sejumlah negara di dunia mengambil sikap dan komentar.
Termasuk Indonesia, sudah memberikan komentar dan sikap terhadap situasi yang kini tengah terjadi di Ukraina.
Menurut, Kemlu.id, ada lima pernyataan resmi yang dilayangkan Kementerian Luar Negeri Indonesia terhadap situasi di Rusia-Ukraina.
Salah satunya berbunyi, invasi militer Rusia di Ukraina tak bisa diterima karena dianggap membahayakan.
Lima pernyataan tersebut, di antaranya adalah :
1. Penghormatan terhadap tujuan dan prinsip piagam PBB dan hukum internasional, termasuk penghormatan terhadap integritas wilayah dan kedaulatan, penting untuk terus dijalankan.
2. Oleh karenanya, serangan militer di Ukraina tidak dapat diterima. Serangan juga sangat membahayakan keselamatan rakyat dan mengancam perdamaian serta stabilitas kawasan dan dunia.
3. Indonesia meminta agar situasi ini dapat segera dihentikan dan semua pihak agar menghentikan permusuhan serta mengutamakan penyelesaian secara damai melalui diplomasi.
4. Indonesia mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil langkah nyata guna mencegah memburuknya situasi.
5. Pemerintah, melalui Kementerian Luar Negeri, telah mempersiapkan rencana evakuasi WNI. Keselamatan WNI selalu menjadi prioritas pemerintah.
Meski, mengecam invasi militer yang dilakukan Rusia di Ukraina, Indonesia dulunya sempat disebut oleh Rusia sebagai mitra strategis penting.
Terutama di bidang militer, hal ini konon sudah berlangsung sejak zaman Presiden Soekarno.
Tahun 2013, dubes Rusia untuk Indonesia, Mikhail Yurievich Galuzin mengatakan, "Indonesia tak hanya sekedar sahabat, tetapimerupakan mitra strategis dan sekutu penting."
Hal itu dibarengi dengan sejumlah fakta bahwa transfer senjata dari Rusia ke Indonesia memang dalam jumlah fantastis.
Menukil, TASS situs berita menghitung jumlah senjata yang dibeli Indonesia dari Rusia selama 25 tahun.
Antara tahun 1992 hingga 2018, setidaknya Indonesia telah menggelontorkan dana sebanyak Rp35 triliun untuk membeli senjata dari Rusia.
Situs tersebut menghitung, Rusia telah mengirimkan senjata senilai 2,5 miliar dollar AS ke Indonesia selama 25 tahun terakhir.
"Secara keseluruhan, pengiriman produk militer ke Indonesia telah mencapai lebih dari 2,5 miliar dollar AS sejak November 1992," kata kantor pers mengutip CEO Rosoboronexport Alexander Mikheyev
"Selama periode ini, Rusia telah mengirimkan pengangkut personel lapis baja BTR-80A dan kendaraan tempur infanteri BMP-3F, senapan serbu Kalashnikov seri ke-100, Su-27SK, dan Su-27SKM, Su-30MK dan Su-30MK2, helikopter Mi-35 dan Mi-17, dan juga sistem senjata dan perangkat keras militer lainnya," katanya.
Tahun 2018 menandai 60 tahun sejak pengiriman senjata pertama Soviet ke Indonesia.
Pada tahun 1958 Uni Soviet mengirimkan 100 kendaraan militer lintas negara GAZ-69 ke Indonesia, tambahnya.
Sebelumnya tahun itu Jakarta pernah ingin membeli 10 pesawat tempur multiperan Su-35 untuk menggantikan pesawat F-5 Tiger milik AS yang sudah ketinggalan zaman.
Pesawat itu telah beroperasi di Angkatan Darat Indonesia sejak 1980.
Lalu perusahaan teknologi tinggi Rusia, Rostec, melaporkan bahwa Indonesia telah menerima penawaran komersial untuk 11 pesawat Su-35.
Su-35 adalah jet tempur multiguna generasi 4 ++ super-manuver buatan Rusia yang dilengkapi dengan radar array bertahap dan pendorong yang dapat dikemudikan.
Ia dapat mengembangkan kecepatan hingga 2.500 kilometer per jam dan memiliki jangkauan terbang 3.400 kilometer dan radius tempur mendekati 1.600 kilometer.
Jet tempur dipersenjatai dengan senjata 30mm dan memiliki 12ruang untuk membawa bom dan rudal.
Konon kabarnya pesawat itu berhasil diboyong Indonesia pada Agustus tahun 2020.
Sementara itu hubungan dekat Indonesia diketahui sejak abad ke-19 ketika Rusia melakukan ekspedisi laut.
Diplomat top Rusia mencatat bahwa orang Rusia pertama kali mengetahui tentang Indonesia pada abad ke-19 ketika ekspedisi laut Rusia mulai mengunjungi pulau-pulau di kepulauan itu.
Konsulat reguler Rusia pertama dibuka di Batavia pada tahun 1894.
Setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1945, bekas Uni Soviet menawarkan dukungan dan bantuan menyeluruh kepada negara muda tersebut.
"Berkat upaya negara kita, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakui kedaulatan Indonesia atas sebagian besar wilayah Hindia Belanda pada 27 Desember 1949," katanya.
"Pada 25 Januari dan 3 Februari 1950, para menteri luar negeri bertukar telegram tentang pembentukan hubungan diplomatik," Lavrov mengenang.