Peristiwa berdarah tersebut diawali dengan kontak senjata tentara Ukraina dan Batalyon Azov melawan aktivis pro-Rusia.
Batalyon Azov melakukan penyerangan terhadap para aktivis yang sedang melakukan parade, alhasil 25 masyarakat sipil terluka.
Walaupun kejam terhadap segala hal yang berbau Rusia, dikatakan bahwa Putin akan senang dengan keberadaan Batalion Azov.
Melansir NBC News, rasonalisasi Putin menyerang Ukraina termasuk klaim ia melawan neo-Nazi.
"Tidak mengejutkan jika masyarakat Ukraina menghadapi kebangkitan nasionalisme ekstrimis kanan, yang dengan cepat menyebar menjadi fobia Rusia yang agresif dan neo-Nazisme atau neo-Nazi," ujar Putin Senin lalu, yang juga menuduh negara-negara NATO mendukung neo-Nazi.
Memang benar Garda Nasional Ukraina menjadi rumah Batalion Azov, yang diisi oleh para neo-Nazi.
Namun tidak ada bukti jika ada dukungan besar untuk nasionalisme kanan yang ekstrim itu di pemerintahan, militer, atau elektorat Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenksy beragama Yahudi, dan tiga anggota keluarganya terbunuh dalam peristiwa Holocaust.
Dalam pemilihan parlemen Ukraina tahun 2019 lalu, sebuah koalisi partai sayap kanan ultranasionalis gagal memenangkan satu kursi pun di Rada, dewan legislatif Ukraina berisi 450 anggota.
Dan dalam beberapa tahun belakangan, undang-undang alokasi AS telah melibatkan larangan anggaran belanja mendukung Batalion Azov.
Namun menuduh Ukraina dalam sentimen pro-Nazi, Putin menggunakan bekas luka berumur 1 generasi lamanya dari Perang Dunia II, ketika negaranya bersekutu dengan AS, Inggris dan negara lain mengalahkan poros Axis.
Menurut museum Perang Dunia II di New Orleans, diperkirakan 24 juta warga Rusia meninggal dalam perang itu.
KOMENTAR