Perang Rusia-Ukraina Sudah Dimulai, Presiden AS Joe Biden Malah Masih Pusingkan Sanksi yang Bisa Digunakan untuk Jegal Rusia Mulai Perang Dunia 3

May N

Editor

(Ilustrasi) Presiden Rusia Vladimir Putin Resmi Umumkan Operasi Militer di Ukraina
(Ilustrasi) Presiden Rusia Vladimir Putin Resmi Umumkan Operasi Militer di Ukraina

Intisari - Online.com -Keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengakui kemerdekaan dua wilayah Ukraina yang memerdekakan diri: Donetsk dan Luhansk, serta mengirim pasukan ke wilayah Ukraina telah membawa invasi Rusia ke skala perang dan pelanggaran hukum internasional.

Namun di Amerika Serikat, di mana Presiden Joe Biden telah memulai menerapkan sanksi di perbankan Rusia dan para elitnya, tidak ada konsensus jelas mengenai bagaimana pemerintah seharusnya merespon pada pergerakan Rusia.

Anggota Parlemen menyeru AS berikan sanksi paling seriusyang harus dirilis AS sekarang, sementara lainnya berargumen jika Washington seharusnya memberikan penalti paling parah untuk menangkis agresi lebih jauh oleh Moskow.

Melansir Al Jazeera, Matthew Pauly, profesor sejarah di Michigan State University, mengatakan sanksi tambahan "mungkin masuk akal karena pendekatan itu akan menyebabkan skala penalti yang bergeser dan menawarkan disinsentif untuk langkah Rusia di masa depan yang lebih ekspansif."

Meski begitu Pauly mengatakan hukuman bertahap datang dengan masalah mereka sendiri.

“Sanksi tambahan mungkin juga mengundang Rusia untuk menguji tekad Ukraina dan Barat secara bertahap, dengan harapan mematahkan dukungan Kyiv,” katanya kepada Al Jazeera dalam email awal pekan ini.

“Penerapan sanksi 'besar-besaran,' komprehensif sekarang mungkin menghilangkan pencegah perang Rusia skala penuh melawan Ukraina.”

Saat ini, Biden tampaknya mendukung sanksi bertahap.

Baca Juga: BREAKING NEWS: Presiden Rusia Vladimir Putin Resmi Umumkan Operasi Militer di Ukraina, Ledakan Terdengar Beruntun

Baca Juga: Simbol 'Z' pada Tank Rusia yang Meluncur ke Arah Ukraina, para Ahli Ungkap Arti Simbol yang Menakutkan Berkaitan dengan Invasi Rusia

Senin lalu setelah Putin mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk (DPR) yang memerdekakan diri dan Republik Rakyat Luhansk, Washington memberlakukan tindakan yang menarget perdagangan di kedua wilayah itu.

Hari berikutnya, Biden umumkan sanksi terhadap dua bank Rusia, utang negara dan beberapa individu yang digambarkan masuk dalam bagian dari lingkaran dalam Putin.

“Jika Rusia melangkah lebih jauh dengan invasi ini, kami siap untuk melangkah lebih jauh dengan sanksi,” kata Biden pada hari Selasa.

Meski begitu, beberapa anggota Kongres menyerukan hukuman yang lebih keras terhadap Rusia saat ini.

Senator Republik Tom Cotton menyerukan harus ada "sanksi hukuman" pada sektor minyak dan gas Rusia serta industri kritis lainnya, sedangkan Senator utama Partai Republik Lindsey Graham menyebut sanksi Biden "sangat tidak memadai."

"Saya akan terus mencoba bekerja dengan Administrasi Biden dan Senat Demokrat untuk membuat sanksi yang melumpuhkan atas invasi Putin," tulis sang senator di Twitter pada hari Rabu.

“Namun, di setiap kesempatan tampaknya Administrasi Biden tertangkap basah.”

Tetapi Alexandra Vacroux, direktur eksekutif Pusat Davis untuk Studi Rusia dan Eurasia di Universitas Harvard, mengatakan tindakan hari Selasa itu "tepat".

Baca Juga: Saat Perang Belum Terjadi, Siapa Sangka Dunia Sudah Mengalami Dampaknya, Tanpa Kita Sadari Ternyata Ini Dampak dari Krisis Rusia-Ukraina Bagi Dunia

Baca Juga: Jelas-jelas Jadi Satu dari Tiga 'Kuncian' Rusia untuk Caplok Ukraina, Eropa Malah Nantang Terapkan Sanksi Ini, Bakal Sengsarakan Mereka Sendiri

“Pemerintah perlu meninggalkan sesuatu di sakunya untuk menghukum Rusia lebih lanjut jika merebut Kyiv, misalnya, atau jika meluncurkan invasi dari tiga sisi di seluruh negeri,” kata Vacroux kepada Al Jazeera dalam sebuah wawancara telepon.

Pasukan Rusia sudah dikumpulkan oleh Rusia di perbatasan Ukraina selama berbulan-bulan, memicu kekhawatiran jika mereka mungkin sedang mempersiapkan invasi skala penuh ke tetangga mereka.

Moskow sudah membantah jika pihaknya berusaha untuk menyerang, bersikeras jika Moskow memiliki keluhan keamanan yang sah terkait dengan aliansi mendalam Kiev dengan barat.

Moskow juga menuntut jaminan jika Ukraina tidak akan diizinkan bergabung dengan NATO.

Pembicaraan rumit antara para pejabat Rusia, Eropa dan Amerika malah menggagalkan ketegangan.

Hari Selasa, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken membatalkan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, yang dijadwalkan berlangsung di Jenewa akhir pekan ini.

Baca Juga: 'Awal Perang Besar,' Ukraina Berlakukan Keadaan Darurat Nasional selama 30 Hari dan Kecam Invasi Rusia yang Bisa Membunuh 10.000 Orang

Baca Juga: Jadi Isu Terpanas Usai Memisahkan Diri dari Ukraina lalu Diklaim Oleh Rusia, Vladimir Putin Bocorkan Berapa Banyak Intervensi Militer di Ukraina Timur

Artikel Terkait