Intisari-Online.com - Peringatan hari Valentine sebenarnya berakar dari tradisi pesta-pesta seksual kuno.
Pada tanggal 14 Februari, Bangsa Romawi merayakan Febris, pesta seks suci untuk menghormati dewi cinta,Juno Februa.
Pesta-pesta ini juga bertepatan dengan musim kawin burung-burung di Italia.
Ritual inidari waktu ke waktu tergabung denganupacara Lupercalia, perayaan yang melibatkan praktik kekerasan seksual dan pengorbanan.
Selama Lupercalia,pria dan wanita menuliskan nama mereka pada catatan cinta atau billet.
Lalu diundi untuk menentukan siapa pasangan berhubungan badan mereka dalam perayaan tersebut.
Sulpicia, seorang penyair Romawi abad pertama SM, menggambarkan pengalamannya mengikuti perayaan Lupercalia tersebut:
"Akhirnya cinta telah datang. Saya lebih malu berbalut kain daripada telanjang.Saya berdoa kepada Muse dan dikabulkan."
Baca Juga: Kisah Sang Legenda Santo Valentine, Si 'Pelopor' Hari Kasih Sayang
"Venus menjatuhkannya ke dalam pelukanku, ia melakukan apa saja seperti yang telah dijanjikan."
"Biarlah kegembiraanku menjadi cerita, sehingga turut menghiasi kisah bagi mereka yang tuna asmara. ..."
"Saya senang berbuat dosa dan saya benci berpura-pura memakai topeng lalu bergosip.Kami bertemu.
"Kami berdua patut dihormati."
Pada waktu itu, Gereja Kristen awal menganggap perayaan tersebut sebagai perbuatan tercela, namun pihak Gereja tak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikannya.
AKhirnya, diciptakanlah seorang 'martir suci' yang kelak hari rayanya akan diperingati setiaptanggal 14 Februari.
Hari St. Valentine pertama dirayakan pada tahun 468 M.
Pada awalnya, Gereja berusaha untuk melembagakan praktik pertukaran billet yang dicetak dengan teks khotbah dan ayat-ayat suci.
Hal itu dilakukan untuk mendorong orang-orang pada tingkah laku yang saleh.
Meski begitu eksperimen tersebut gagal.
Padaabad keempat belas, perayaan Hari Valentine telah kehilangan makna sucinya yang dibangun oleh Gereja selama lebih dari seribu tahun kembali ke bentuk pesta-pesta 'kuno.'
(*)