Salah seorang tokoh dapur umum di Yogyakarta yang cukup terkenal adalah Ibu Ruswo yang namanya kemudian diabadikan sebagai nama salah satu jalan di kota Yogyakarta. Dapur umum dan PMI sangat identik dengan kaum wanita pada masa revolusi fisik tahun 1948-1949.
Melalui ketokohan Ibu Ruswo dan sejumlah nama lain, Tempa menyajikan simbolisasi dapur umum sebagai monumen kreatif dan kolektif. Tempa membangun karya dengan medium alat pembakaran dari gerabah, disusun menjadi sebuah karya instalasi.
Melaui karya ini, Tempa ingin menunjukkan bahwa peran perempuan tidak hanya berada di belakang, namun juga memiliki dimensi penting dan salah satu titik depan dalam perjuangan.
Nama-nama yang ditera dalam karya instalasi tersebut merupakan perumpamaan tentang sikap kebersamaan sebagai perempuan yang tidak tinggal diam dalam menjaga kedaulatan negara.
Pada karya Ryan K., peran petani menjadi pilihan. Petani adalah gambaran masyarakat kelas sosial bawah di Yogyakarta.
Mereka tidak selalu memiliki tanah sawah, namun juga yang hanya sebagai penggarap. Meski demikian pada masa revolusi, tidak sedikit yang merelakan harta benda miliknya untuk perjuangan.
Ada yang merelakan rumahnya untuk dijadikan markas dengan berbagai risiko yang dihadapinya. Ada pula yang rela memberikan bahan makanan. Bahkan ada diantaranya sebagai pembawa barang bagi para perjuang.
Karya Ryan dalam pameran ini diakumulasi dari sejumlah wilayah dan gagasan. Ia membangun peristiwa dengan menggunakan instalasi multimedia dengan bekal koleksi, arsip dan rekaman kisah audio visual.
Dengan latar geografi sungai (sekaligus monumen) legendaris “Selokan Mataram” yang diinisiasi oleh Sultan Hamengku Buwono IX, karya ini mengajak penonton untuk memikirkan air sebagai lintasan peristiwa.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR