“Kami telah mencapai titik di mana biaya dan relevansi pengujian tidak lagi dapat dibenarkan,” kata Kepala Badan Kesehatan Masyarakat Swedia, Karin Tegmark Wisell, kepada siaran nasional SVT minggu ini, melansir kompas.com.
“Jika kami melakukan pengujian ekstensif yang disesuaikan dengan semua orang yang memiliki Covid-19, itu berarti setengah miliar kroner per minggu (sekitar 55 juta dollar AS setara Rp788 miliar) dan 2 miliar per bulan (220 juta dollar AS setara Rp3,1 triliun),” tambah Tegmark Wisell melansir AP.
Maka, hanya petugas kesehatan dan perawatan lansia dan paling rentan saja yang berhak mendapatkan tes PCR gratis jika menunjukkan gejala.
Sementara, populasi lainnya hanya akan diminta untuk tinggal di rumah jika menunjukkan gejala yang kemungkinan Covid-19.
Tes antigen sudah tersedia untuk dibeli di supermarket dan apotek, tetapi hasilnya tidak dilaporkan ke otoritas kesehatan.
Sedangkan penyedia layanan kesehatan swasta juga bisa melakukan tes dan menawarkan bukti Covid-19 untuk perjalanan internasional, tetapi biayanya tidak adakan diganti oleh negara atau asuransi kesehatan.
Tingkat vaksinasi yang tinggi di Swedia juga menciptakan optimisme di kalangan pejabat kesehatan, dari studi akhir di tahun 2020 saja menunjukkan bahwa antibodi ditemukan dalam 85 persen sampel.
Menurut Bharat Pankhania, dosen klinis senior di University of Exeter Medical School di Inggris, mengatakan bahwa persentase besar orang yang divaksinasi, ‘populasi yang terinformasi, terdidik, dan berpengetahuan’ dapat dipercaya untuk mengisolasi jika mereka menunjukkan gejala, tanpa perlu ‘pengujian grosir yang tidak akan menghasilkan uang.’
“Swedia memimpin, dan negara-negara lain pasti akan mengikuti,” kata Pankhania.
“Kami tidak memerlukan pengujian ekstensif demi pengujian, tetapi kami harus tetap menerapkan pengaturan sensitif seperti rumah sakit, panti jompo, dan tempat sensitif lainnya di mana ada orang yang sangat rentan.”
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR