Intisari-Online.com – Pol Pot adalah seorang pemimpin politik, yang pemerinahan komunis Khmer Merahnya memimpin Kamboja dari tahun 1975 hingga 1979.
Selama waktu itu, diperkirakan 1,5 hingga 2 juta orang Kamboja meninggal karena kelaparan, eksekusi, penyakit, atau kerja berlebihan.
Salah satu pusat penahanan, S-21, sangat terkenal, hanya tuhuh dari sekitar 20.000 orang yang dipenjara di sana diketahui selamat.
Khmer Merah, berupaya untuk merekayasa sosial masyarakat komunis tanpa kelas, secara khusus membidik kaum intelektual, penduduk kota, etnis Vietnam, pegawai negeri sipil, dan pemimpin agama.
Beberapa sejarawan menganggap rezim Pol Pot sebagai salah satu yang paling biadab dan membunuh dalam sejarah.
Lahir dengan nama Saloth Sar, namun lebih dikenal dengan nom de guerre Pol Pot, lahir pada tahun 1925 di desa kecil Prek Sbauv, yang terletak sekitar 160,93 km di utara ibu kota Kamboja, Phnom Penh.
Keluarganya relatif makmur dan memiliki sekitar 50 hektar sawah, atau kira-kira 10 kali rata-rata nasional.
Pada tahun 1934, Pol Pot pindah ke Phnom Penh, di mana dia menghabiskan satu tahun di sebuah biara Buddha sebelum mengikuti sekolah dasar Katolik Prancis.
Baca Juga: Kisah Kamboja yang Terbagi Dua Akibat Perang di Negerinya Sendiri
Pendidikan Kambojanya berlanjut hingga tahun 1949, ketika dia pergi ke Paris dengan beasiswa, di sana dia belajar teknologi radio dan aktif di lingkungan komunis.
Ketika Pol Pot kembali ke Kamboja pada Januari 1953, seluruh wilayah sedang melakukan pemberontakan melawan pemerintahan kolonial Prancis, dan Kamboja secara resmi memperoleh kemerdekaannya dari Prancis akhir tahun itu.
Pol Pot kemudian bergabung dengan Partai Revolusi Rakyat Khmer (KPRP) yang proto-komunis, didirikan pada tahun 1951 di bawah naungan Vietnam Utara.
Dari tahun 1956-1963, Pol Pot mengajar sejarah, geografi, dan sastra Prancis di sekolah swasta sekaligus merencanakan revolusi.
Pada tahun 1960, Pol Pot membantu mereorganisasi KPRP menjadi partai yang secara khusus menganut Marxisme-Leninisme.
Tiga tahun kemudian, menyusul tindakan keras terhadap aktivitas komunis, dia dan para pemimpin partai lainnya pindah jauh ke pedesaan Kamboja utara, awalnya berkemah dengan sekelompok Viet Cong.
Pol Pot, mulai muncul sebagai ketua partai Kamboja, dan tentara gerilya Khmer Merah yang baru dibentuk, melancarkan pemberontakan nasional pada tahun 1968.
Revolusi mereka dimulai secara perlahan, meskipun berhasil mendapatkan pijakan di timur laut yang jarang penduduknya.
Baca Juga: Mengunjungi Sisa-sisa Kekejaman Pol Pot dengan Pasukan Khmer M
Baca Juga: Makan Tikus Hidup untuk Bertahan, Berikut Lima Kengerian Rezim Khmer Merah Kamboja
Lalu, Maret 1970, Jenderal Lon Nol memprakarsai kudeta militer ketika pemimpin turun-temurun Kamboja, Pangeran Norodom Sihanouk, sedang berada di luar negeri.
Perang saudara pecah, dengan Pangeran Norodom bersekutu dengan Khmer Merah, dan Lon Nol mendapat dukungan dari Amerika Serikat.
Tapi, pasukan Khmer Merah dan Lon Nol, kono melakukan kekejaman massal.
Sekitar 70.000 tentara AS dan Vietnam Selatan menyerbu melintasi perbatasan Vietnam-Kamboja untuk melawan pasukan Vietnam Utara dan Viet C ong yang telah berlindung di Kamboja.
Presiden AS, Richard M. Nixon, memerintahkan kampanye pengeboman rahasia sebagai bagian dari Perang Vietnam, melansir history.
Selama rentang waktu empat tahun, pesawat AS menjatuhkan 500.000 ton bom di Kamboja, lebih dari tiga kali lipat jumlah bom yang dijatuhkan di Jepang selama Perang Dunia II.
Ketika kampanye pengeboman AS berakhir pada Agustus 1973, jumlah pasukan Khmer Merah meningkat secara eksponensial, dan menguasai sekitar tiga perempat wilayah Kamboja.
Mulailah mereka menembaki Phnom Penh dengan roket dan artileri.
Baca Juga: Dihujani Roket Khmer Merah di Sungai Mekong Segera Saja Paspor dan Surat Penting Dibagikan
Serangan terakhir dari ibu kota yang dipenuhi pengungsi dimulai pada Januari 1975, dengan Khmer Merah membombardir bandara dan memblokade penyeberangan sungai.
Pengiriman pasokan AS gagal mencegah ribuan anak kelaparan.
Pada 17 April 1975, akhirnya Khmer Merah memasuki kota, memenangkan perang saudara dan mengakhiri pertempuran.
Sekitar 500.000 orang Kamboja tewas selama perang saudara, tapi ini belum selesai, karena yang terburuk masih akan datang!
Genosida Kamboja
Setelah mengambil alih kekuasaan, Khmer Merah mengevakuasi 2,5 juta penduduk Phnom Penh.
Mantan pegawai negeri, dokter, guru, dan profesional lainnya dilucuti hartanya dan dipaksa bekerja di ladang sebagai bagian dari proses pendidikan ulang.
Mereka yang mengeluh tentang pekerjaan, menyembunyikan jatah mereka, atau melanggar aturan, biasanya disiksa di pusat penahanan, seperti S-21 yang terkenal itu, dan kemudian dibunuh.
Baca Juga: Jimat-jimat Dipasang ketika Bersiap Menghadapi Serangan Khmer Merah
Selama genosida Kamboja, tulang jutaan orang yang meninggal karena kekurangan gizi, terlalu banyak bekerja, atau perawatan kesehatan yang tidak memadai, memenuhi kuburan massal di seluruh negeri.
Di bawah rezim Pol Pot, negara mengendalikan semua aspek kehidupan seseorang.
Uang, milik pribadi, perhiasan, perjudian, sebagian besar bahan bacaan dan agama dilaran, pertanian dikumpulkan, anak-anak diambil dari rumah mereka dan dipaksa masuk militer, termasuk penerapan aturan ketat yang mengatur hubungan intim, kosa kata, dan pakaian.
Khmer Merah, yang kemudian berganti nama menjadi negara Kampuchea Demokratik, bersikeras menyelaraskan kembali sawah untuk membuat kota-kotak simetris yang digambarkan di lambang mereka.
Pada mulanya, Pol Pot mengatur semuanya dari belakang layar, namun dia menjadi perdana menteri pada tahun 1976 setelah Pangeran Norodom terpaksa mengundurkan diri.
Pada saat itu, terjadi pertempuran perbatasan antara Kamboja dan Vietnam.
Pertempuran meningkat pada tahun 1977, dan Desember 1978, Vietnam mengirim lebih dari 60.000 tentara, bersama unit udara dan artileri, melintasi perbatasan.
Pada 7 Januari 1979, mereka merebut Phnom Penh dan memaksa Pol Pot melarikan diri kembali ke hutan, melanjutkan operasi gerilya.
Baca Juga: Tragisnya Kisah Pangeran Sihanouk yang Kelima Anaknya Dibantai Khmer Merah Pimpinan Pol Pot
Sepanjang tahun 1980-an, Khmer Merah menerima senjata dari China dan dukungan politik dari Amerika Serikat, yang menentang pendudukan Vietnam.
Namun, pengaruh Khmer Merah mulai berkurang setelah perjanjian gencatan senjata 1991, dan gerakan itu benar-benar runtuh pada akhir dekade.
Pada tahun 1997, kelompok sempalan Khmer Merah menangkap Pol Pot dan menempatkannya di bawah tahanan rumah.
Dia meninggal dalam tidurnya pada 15 April 1998, pada usia 72 tahun karena gagal jantung.
Pengadilan yang didukung PBB hanya menghukum segelintir pemimpin Khmer Merah atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
Jutaan orang yang terbunuh di Kamboja selama rezim brutal Pol Pot dan Khmer Merah ini telah menginspirasi sebuah film tentang kengerian era Khmer Merah, The Killling Fields.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari