Find Us On Social Media :

Tragisnya Kisah Pangeran Sihanouk yang Kelima Anaknya Dibantai Khmer Merah Pimpinan Pol Pot

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 24 Desember 2017 | 15:00 WIB

Intisari-Online.com – Itu belum lengkap, karena empat belas cucunya juga ikut menjadi korban. Pangeran yang naik tahta pada usia delapan belas tahun itu memang hidupnya penuh penderitaan.

Di Cote d'Azur, Prancis, baru-baru ini pangeran yang ikut Konperensi Asia Afrika itu menceritakan kisah hidupnya.

April 1985 ia tidak datang lagi ke Bandung untuk memperingati HUT Konperensi Asia Afrika. Tiga puluh tahun yang lalu, di kota itu ia bertemu dengan delegasi Vietsel, yang ternyata bekas teman sekolahnya. Kawan itu dulu sering ia mintai bantuan untuk membuatkan PR-nya.

“Komunisme itu sulitnya tidak berperikemanusiaan,” demikian diucapkan oleh Pangeran Norodom Sihanouk dari Kamboja yang berumur 61 tahun.

(Baca juga: Dubes RI untuk Kamboja Ini Justru Tahu dari Dubes China jika pada 1 Oktober 1965 Terjadi Kup di Jakarta)

(Baca juga: Lahir di Negara Kapitalis, Starbucks Justru Bikin Gerai Terbesar di Dunia di Negara Komunis)

Sihanouk, turunan langsung raja-raja Dewa Angkor dan teman karib tokoh-tokoh bersenjata seperti de Gaulle, Zhou En-lai, Mao Ze-dong dan Soekarno itu kehilangan lima anak dan emat belas cucu akibat kekejaman Khmer Merah pimpinan Pol Pot. "Saya tidak akan melupakannya," katanya.

Hal itu diucapkannya di sebuah vila pinjaman yang tidak megah di Mougins, Cote d'Azur, Prancis Selatan, tiga belas tahun setelah ia berturut-turut menjadi tawanan, mitra (partner) dan tamu golongan komunis.

(Mula-mula ia menjadi tawanan dan kemudian mitra Pol Pot, lalu menjadi tamu RR Cina dan kini tinggal di Pyongyang sebagai tamu diktator Korea Utara, Kim II Sung, yang disebutnya 'kawan').

Pangeran Kontradiksi itu datang ke Prancis Selatan untuk menemui dokternya dalam persiapan mengikuti Sidang Umum PBB di New York. Ia laksana seorang bekas juara yang kini sudah tua, yang giat berlatih untuk tampil kembali.

Selama empat puluh tahun nama Sihanouk melekat erat dengan Kamboja. Tahun-tahun tujuh puluhan merupakan hari-hari yang getir baginya. Ia bukan hanya diserang oleh komunis, tetapi juga oleh AS.

Wajahnya yang dulu halus dan aristokratis kini dibayangi penderitaan yang berkepanjangan.