Advertorial
Intisari-Online.com -Selama 25 tahun menerapkan politik kesabaran untuk menghadapi ulah Korea Utara yang selalu ingin menyerang Korsel dan AS, pemerintah AS sebenarnya sudah sangat hafal dengan apa yang dimaui oleh negara komunis itu.
Korut ingin perundingan damai dan ujung-ujungnya meminta bantuan.
Sebagai negara yang oleh AS sendiri dianggap sangat miskin, selama 25 tahun terakhir Korut ternyata telah sukses “memalak” AS.
(Baca juga:Di Tengah Ancaman Rudal Nuklir Korut, AS Justru Bersaing Membuat Rudal Hipersonik dengan Rusia dan China)
Pasalnya setiap melakukan perundingan damai dengan AS terkait pengayaan uranium untuk memproduksi senjata nuklir, Korut hanya mau menghentikan proyek persenjataan pembunuh massal itu jika AS mau memberikan uang dan bantuan pangan lainnya dalam jumlah besar.
Misalnya saja demi menjinakkan Korut pada tahun 1995-2008 pemerintah AS telah mengucurkan dana sebesar 4 milliar dollar AS dan minyak sebanyak 500 ribu ton ke Korut.
Tujuan utama pemberian bantuan dan dana tunai itu adalah untuk membujuk agar program persenjataan nuklir Korut dihentikan dan pada era tahun 1995-2008 Korut menyatakan setuju.
Namun ketika bantuan sudah habis dan bahkan ada kemungkinan dana yang diberikan justru digunakan untuk melanjutkan program pembuatan senjata nuklir, Korut membuat ulah lagi dengan cara akan merudal nuklir negara-negara sekutu AS.
Di era kepemimpinan Presiden Barrack Obama, bantuan kemanusiaan AS ke Korut dengan tujuan menjinakkan program nuklir Korut juga masih berlangsung dan nilainya setiap tahun mencapai jutaan dolar AS.
(Baca juga:Korea Utara Lagi Gandrung-gandrungnya Uji Coba Bom Hidrogen: Apa sih Bom Hidrogen Itu?)
Politik kesabaran yang diterapkan AS dengan cara membayar “uang palak” kepada Korut akhirnya menemui batunya ketika Presiden Barrack Obama digantikan oleh Presiden Donald Trump yang bermental pebisnis.
Presiden Trump menjadi sangat gusar ketika mengetahui upaya menjinakkan Korut oleh AS selama 25 tahun terakhir ternyata mengeluarkan ongkos puluhan miliar dolar AS tetapi hasilnya nihil.
Presiden Trump bahkan menjadi orang yang paling tidak suka dengan pimpinan Korut, Kim Jong-un, yang dijulukinya sebagai Rocket Man dan hingga kondisi terkini masih saja ingin “memalak” AS dengan cara meluncurkan rudal balistik serta mengancam merudal nuklir AS.
Dengan gusar Presiden Trump mengecam cara-cara pendahulunya dalam menangani masalah Korut sebagai “cara-cara bodoh”.
Presiden Trump sendiri kemudian bersumpah bahwa untuk menangani Korut, ia tidak mau dipalak lagi oleh Korut.
“Only one thing will work,” ujar Presiden Trump kepada Cnn.com, tanpa memberikan rincian terhadap “satu cara” itu.
Yang jelas jika tidak mau dipalak demi menghentikan program nuklir Korut, Presiden Trump memang harus siap untuk berperang.
Meskipun baik menang maupun kalah akibat perang, AS tetap akan babak belur.
Pasalnya biaya yang dikeluarkan untuk berperang jumlahnya pasti lebih besar dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar “uang palak” kepada Korut.