Intisari-Online.com - Peradaban Romawi Kuno dianggap sebagai salahsatu peradaban paling kuat dalam sejarah.
Selama 1.000 peradaban Romawi Kuno diserang namun tak juga runtuh.
Kaisar Romawi Kuno memberlakukan, mengubah, danmenghapus hukum agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta dirinya sendiri.
Jika ada yang melanggar aturan, maka hukuman harus diterima oleh pelaku.
Namun ada satu hukuman yang dinilai paling kejam, yaknipoena cullei.
Masyarakat Romawi Menganut Patriarki
Melansir The Vintage News, Roma Kuno pada dasarnyabersifat hierarkis.
Laki-laki tertua dianggap sebagai yang teratas dalam hierarki keluarga.
Itu berarti dia punyakekuasaan mutlak atas keluarga dekat danatas kehidupan kerabat besarnya.
Laki-laki inimemegang kendali atas bisnis, urusan keluarga, dan memberi hukuman kepada anak-anaknya.
Oleh karena itu,pembunuhan massal—pembunuhan ayah seseorang—dianggap sebagai salah satu kejahatan terburuk, sehingga pelakunya bisa dikenaipoena cullei.
Asal usul poena cullei masih diperdebatkan.
Namun konsensus umum mengungkap bahwapoena cullei pertama kali muncul dalam History of Rome karya Titus Livy.
Livy menggambarkan bagaimana Marcus Publicius Malleolus dijahit ke dalam karung dan dibuang ke laut pada 101 SM karena membunuh ibunya.
Selama Kekaisaran Awal, bahkan seekorular hidup, anjing, ayam jantan atau monyet ikut dijahit ke dalam karung tersebut.
Di bawah pemerintahan Kaisar Hadrian dari tahun 117 hingga 138, hanya mereka yangmembunuh orang tua atau kakek-nenek mereka yang dikenai poena cullei.
Selain penggunaan hewan hidup, hukuman ritual lainnya dilakukan sebelum tersangka dijahit ke dalam karung kulit.
Merekadipukuli sementara kepala mereka ditutupi dengan tas yang terbuat dari kulit.
Bakiak kayu kemudian diletakkan di atas kaki mereka sebelum dimasukkan ke dalam karung.
Dalam waktu beberapa tahun, hukuman itu mengalami banyak tranformasi dan berubah-ubah.
Poena cullei akhirnya tidak digunakan lagi. Namun diberlakukan kembalidi bawah pemerintahan Kaisar Constantine the Great, yang hanya memasukkan ular di dalam karung.
Cakupan tersangka juga diperluas, termasuk mereka yang membunuh anak-anaknya.
Poena cullei akhirnya dihapus sebagai hukumansekitar 892 dan diganti dengan hukuman lain: dibakar hidup-hidup.
Namun, beberapa sejarawan meragukan kebenaran diberlakukannya hukuman ini dan menilainya hanya sebagai simbol bahwa posisi laki-laki begitu kuat untuk memberi hukuman.
(*)