Intisari-Online.com - Amerika Serikat (AS) termasuk negara yang serius mendukung Ukraina melawan Rusia.
Alasannya mungkin karena militerAmerika Serikat (AS)merupakan satu-satunya militer yang bisa mengalahkan Rusia.
Mengingat militer AS masih menjadi yang terkuat di dunia. Satu tingkat di atas mliter Rusia yang menempati urutan ke-2.
AS tidak sendiri. Di belakangnya beberapa negara juga bersiap membantu.
Namun rupanya sejauh ini,negara-negara Eropa ragu-ragu untuk bertindak ketika pasukan militer Rusia berkumpul di perbatasan dengan Ukraina.
Inggris memang telah mengirim senjata anti-tank untuk membantu Ukraina, dan negara-negara Eropa timur lainnya juga telah mengirim peralatan militer.
Namun, negara kuat lainnya seperti Jerman malah menahan pengiriman senjata.
Politico melaporkan pekan lalu bahwa, di balik pintu tertutup, Jerman telah menghindar dari meningkatkan ketegangan dengan Rusia.
Bahkan telah mengambil tindakan pencegahan. Seperti melarang Rusia dari sistem pembayaran internasional SWIFT.
Ini karena Jerman adalah salah satu dari beberapa negara yang sangat bergantung pada energi Rusia.
Dilansir dari express.co.uk pada Senin (31/1/2022), Rusia telah berlomba-lombadengan Jerman dan Uni Eropa untuk menyetujui pipa gas alam Nord Stream 2,.
Di mana proyek ini akan memasok bahan bakar langsung ke Jerman dan sama sekali menghindari Ukraina.
Selain Jerman yang ogah membantu, sikap AS juga disambutoleh sikap keras kepala dari Prancis.
Pada hari Rabu, Presiden Prancis Emmanuel Macron dilaporkan menyarankan agar Uni Eropa (UE) tidak harus mengikuti jejak Amerika ketika berurusan dengan Rusia.
Meskipun sikap Eropa yang berkoordinasi dengan AS dianggap baik. TapiEropa perlu melakukan dialog mereka sendiri.
Pada bulan Desember, Presiden AS Joe Biden mengatakan tidak akan ada pasukan AS di lapanganjika terjadi invasi Rusia.
Tapi faktanya,AS malah menempatkan 8.500 tentara dalam keadaan siaga jika terjadi invasi ke Ukraina.
Sikap yang tidak menentu dari Biden ini telah membuatperpecahan di antara negara-negara NATO tentang cara terbaik untuk melawan invasi.
“Sangat menarik bahwa Amerika yang sebelumnya mengesampingkan tanggapan militer terhadap apa yang terjadi di Ukraina atau di tempat lain, tiba-tiba berubah pikiran," ucapDavid Dunn, profesor politik internasional di Universitas Birmingham.
"Keanehan pertama adalahkarena Ukraina bukan anggota NATO dan tidak ada kewajiban untuk membela."
"Kedua, jika menurunkan militer, bukankah akan membuat ketakutan akan eskalasi konflik antara Rusia dan Amerika?".
"Jika sampai AS menurunkan pasukannya sendiri, bukahkah berarti pengaruh AS untuk membujuk negara Eropauntuk berbuat lebih banyak sangat terbatas?".
Soal Inggris yang mengirim pasukan, ingat Inggris bukanlah lagi anggota UE.
Meski Inggris adalah salah sekutu terkuat AS, tapi sejak Brexit,Inggris telah "kurang berharga" di mata AS.
Ini karena tidak lagi 'kekuatan' AS di UE.
Sehingga merekatidak dapat membujuk Uni Eropa untuk melakukan hal-hal lain.
Mengingat kemampuan militer Eropa sangat kecildibandingkan dengan pada akhir Perang Dingin 30 tahun yang lalu.