Penulis
Intisari-Online.com - Rusia telah mengejutkan barat dengan mengumpulkan sekitar 100.000 tentara di perbatasannya dengan Ukraina.
Dengan meningkatnya ketegangan di kawasan, banyak yang khawatir konflik Rusia dan Ukraina ini akan memicu perang.
Apalagi melihat buruknya hubungan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Amerika Serikat (AS) dan NATO.
Jika Rusia menyerang Ukraina, Presiden AS Joe Biden telah memperingatkan bahwa itu akan menjadi invasi terbesar sejak Perang Dunia II.
Dia juga menambahkan bahwa itu akan "mengubah dunia".
Jika benar, maka tampaknya NATO diperkirakan akan membantu Ukraina jika mereka diserang oleh Rusia.
Sampai saat ini, sekitar 90 ton "bantuan mematikan" dari AS telah tiba di Ukraina.
Inggris juga telah memasok Ukraina dengan rudal anti-tank jarak pendek untuk pertahanan diri.
Ini berarti bahwa jika Rusia memutuskan untuk mengambil alih Ukraina, ia harus memiliki sekelompok sekutu yang kuat di belakangnya.
Tapi Rusia memang memiliki sekutu yang berpihak pada mereka.
Misalnya,CSTO atauOrganisasi Perjanjian Keamanan Kolektif seperti dilansir dari express.co.uk pada Kamis (27/1/2022).
CSTO bertindak seperti NATO. Ini merupakan pakta keamanan yang dibentuk dari negara-negara bekas Uni Soviet.
Enam negara yang tergabung dalam CSTO di antaranya adalah Rusia, Armenia, Belarusia, Kazakhstan, Kirgistan, dan Tajikistan.
Meskipun organisasi tersebut tidak seharusnya menangani perselisihan domestik, beberapa atau semua sekutu ini kemungkinan akan membantu Presiden Putin jika terjadi perang skala besar yang dapat dipicu jika Rusia menginvasi Ukraina.
Baru-baru ini, Rusia mengirim pasukan ke Kazakhstan untuk memungkinkan Pemerintah Kazakhstan secara brutal menekan protes massa atas korupsi dan melonjaknya harga bahan bakar.
Oleh karena itu, tampaknya negara-negara seperti Kazakhstan juga akan memberikan bantuan militer kepada sekutunya Rusia jika diminta untuk melakukannya.
Selanjutnya, ada Kuba.
Rusia memiliki sejarah panjang persahabatan dengan negara komunis Kuba.
Presiden Putin dan Presiden Kuba Miguel Díaz-Canel baru-baru ini membahas kemitraan strategis dan telah berkomitmen untuk memperkuat hubungan bilateral.
Ini telah memicu kekhawatiran bahwa Kuba dapat memihak Rusia dalam konflik dengan mengizinkan Rusia mengerahkan pasukan untuk mengancam AS jika ketegangan atas Ukraina terus meningkat.
Terakhir, ada pemberontak separatis.
Ukraina pernah menjadi anggota Uni Soviet hingga tahun 1991, ketika berhasil memperoleh kemerdekaan dari pemerintahan Moskow.
Meskipun sebagian besar orang Ukraina mendukung demokrasi dan melihat ke Eropa - sebagai lawan dari Rusia - ada faksi pro-Eropa dan pro-Rusia di Ukraina sejak negara itu meninggalkan Uni Soviet.
Nah, kelompok anti-pemerintah pro-Rusia di Ukraina itulah yang kemungkinan akan mendukung Rusia.
Seperti yang mereka lakukan ketika Presiden Putin mencaplok semenanjung Krimea pada tahun 2014.