Intisari-Online.com - Peneliti dariInstitut Studi Asia dan Oriental dari Universitas Zurich, Patrick Wertmann, menemukan baju perangberusia 2.500 tahun di Yanghai.
Tepatnya disebuah situs arkeologi di dekat kota Turfan di tepi Gurun Taklamakan, China.
Baju perang tersebut berbentuk rompi dan dapat dikenakan dengan cepat tanpa bantuan orang lain.
Awalnya penduduk desa setempat menemukan kuburan kuno pada awal 1970-an.
Sejak tahun 2003, para arkeolog telah menggali lebih dari 500 kuburan di sana, termasuk kuburan dengan pelindung kulit.
Para peneliti menemukan pakaian itu di kuburan seorang pria yang meninggal pada usia sekitar 30 tahun dan dikubur dengan beberapa artefak, termasuk tembikar, dua potongan pipi kuda yang terbuat dari tanduk dan kayu, dan tengkorak domba.
"Ini adalah pakaian pertahanan satu ukuran untuk semua yang ringan dan sangat efisien untuk tentara tentara massal," kata Patrick dikutip dari LiveScience, Sabtu (15/1/2022).
Studi ini dipublikasikan secara online pada November 2021 di jurnal Quaternary International.
Baju perang terutama melindungi tubuh bagian depan, pinggul, sisi kiri, dan punggung bawah.
"Desain ini cocok untuk orang dengan perawakan berbeda, karena lebar dan tinggi bisa disesuaikan dengan talinya," kata Wertmann.
Perlindungan sisi kirinya berarti pemakainya dapat dengan mudah menggerakkan lengan kanan mereka.
“Tampaknya pakaian yang sempurna untuk para pejuang dan prajurit berkuda, yang harus bergerak cepat dan mengandalkan kekuatan mereka sendiri,” tambahnya.
"Potongan pipi kuda yang ditemukan di pemakaman mungkin menunjukkan bahwa pemilik makam memang seorang penunggang kuda," kata dia.
Disebutkan, sekitar 2.500 tahun yang lalu, seorang pria di barat laut China dimakamkan dengan baju besi yang terbuat dari lebih dari 5.000 sisik kulit.
Pakaian militer ini dibuat dengan sangat rumit, desainnya terlihat seperti sisik ikan yang tumpang tindih.
Tim menyebutnya sebagai inspirasi dari alam untuk teknologi manusia.
Dalam hal ini, sisik kulit yang tumpang tindih seperti ikan.
"Memperkuat kulit manusia untuk pertahanan yang lebih baik terhadap pukulan, tusukan, dan tembakan," kata Mayke Wagner, direktur ilmiah Departemen Eurasia Institut Arkeologi Jerman dan kepala Institut Arkeologi Jerman di Beijing.
Masih misteri
Namun, bagaimana baju besi itu berakhir di pemakaman pria itu tetap menjadi teka-teki.
Arkeolog masih meneliti kemungkinan pemakai baju besi Yanghai sendiri adalah seorang tentara asing (seorang pria dari Turfan) dalam dinas Asyur yang dilengkapi dengan peralatan Asyur dan membawanya pulang.
"Atau dia merebut baju besi dari orang lain yang ada di sana, atau apakah dia sendiri seorang Asyur atau Kaukasia Utara yang entah bagaimana berakhir di Turfan adalah masalah spekulasi."
"Segalanya mungkin," ujar Wertmann.
(*)