Intisari-Online.com -Ketegangan di Laut China Selatan meningkat tahun lalu, dengan Manila dan Beijing saling menuduh terjadi pelanggaran teritorial.
China mengeklaim hampir semua jalur air, yang dilalui perdagangan triliunan dolar setiap tahun itu, bersaing dari Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.
Beijing telah mengabaikan putusan 2016 oleh Pengadilan Arbitrase Permanen yang berbasis di Den Haag bahwa klaim historisnya tidak berdasar.
Konflik atas sengketa Laut China Selatan ini memanag sudah terjadi berkepanjangan, bahkan pada pertengahan tahun 2021 silam, Luar Negeri Filipina menyumpahi China.
Filipina menuding kapal-kapal China masih singgah lama di perairan yang disengketakan itu. "China temanku, seberapa sopan saya bisa mengatakannya? Coba kulihat... O... Enyahlah," tulis Menlu Filipina Teodoro Locsin di Twitter.
China berulang kali menolak seruan dari Filipina untuk menarik kapal-kapal itu, dan ketegangan meningkat ketika Manila memperbanyak patroli maritim di daerah tersebut.
Melansir Kompas.com, kiniFilipina setuju membeli sistem rudal anti-kapal dari India.
Hal itu dilakukan dengan harapan dapat menopang sistem keamanannya dalam menghadapi peningkatan agresi China di Laut China Selatan.
AFP melaporkan, militer Manila adalah salah satu pasukan dengan perlengkapan yang paling buruk di Asia, sebelum pendahulu Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Benigno Aquino, memulai program modernisasi sederhana pada 2012.
Meski demikian, perlengkapan militernya masih belum bisa menandingi negara adidaya tetangganya, China.
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana memberikan sedikit rincian tentang kontrak senilai hampir 375 juta dollar AS (Rp 5,3 triliun) yang diberikan kepada BrahMos Aerospace untuk, memasok sistem rudal anti-kapal berbasis pantai ke Angkatan Laut Filipina.
BrahMos - perusahaan patungan antara India dan Rusia - telah mengembangkan rudal jelajah yang menurut kementerian pertahanan India adalah yang tercepat di dunia.
Filipina akan menjadi negara pertama yang membelinya.
Kementerian pertahanan India menolak berkomentar menurut laporan AFP.
Kesepakatan itu mencakup pelatihan untuk operator dan pengelola serta dukungan logistik, kata Lorenzana di Facebook di mana ia mengunggah salinan "Pemberitahuan Penghargaan".
Duterte telah berusaha memperoleh sistem rudal untuk militer Filipina di bawah program modernisasi yang disebut "Cakrawala Kedua".
"Itu bagian dari pertahanan teritorial kami," kata Kolonel Ramon Zagala, juru bicara Angkatan Bersenjata Filipina.
Sistem itu akan bertindak sebagai pencegahan bagi calon agresor karena "Anda dapat mencapai target dari jauh", katanya kepada AFP.
Analis militer dan sejarawan Jose Antonio Custodio mengatakan kepada AFP bahwa sistem itu kemungkinan akan ditempatkan di sisi barat pulau utama Luzon atau di pulau Palawan.
Tetapi dia mengesampingkan pulau-pulau Spratly karena "kurangnya tempat penyembunyian".
(*)