Bak Buka Luka Lama, Dugaan Kasus Money Laundering Gibran dan Kaesang Seret Kasus Pembakaran Hutan Seluas Sepertiga Jakarta Ini, Terkuak Mengapa Pengadilan Tolak Gugatan Rp 7,9 Triliun Kala Itu

May N

Editor

Pelaporan money laundering yang diduga dilakukan Gibran dan Kaesang membuka kasus kebakaran hutan besar-besaran yang dilakukan anak perusahaan Sinar Mas ini
Pelaporan money laundering yang diduga dilakukan Gibran dan Kaesang membuka kasus kebakaran hutan besar-besaran yang dilakukan anak perusahaan Sinar Mas ini

Intisari - Online.com -Dugaan pencucian uang menyeret nama dua anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep yang dilaporkan oleh seorang akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun.

Pencucian uang ini disinyalir terkait dengan bisnis yang baru dibangun oleh kedua anak Jokowi itu dengan anak salah satu petinggi Sinar Mas Group.

Ubedilah atau Ubed melaporkan keduanya kepada KPK atas dugaan pencucian uang (TPPU) dan kolusi dan nepotisme (KKN) berkaitan dengan aliran dana dari PT Bumi Mekar Hijau, salah satu anak perusahaan di gurita bisnis Sinar Mas.

PT Bumi Mekar Hijau terjerat dalam kasus kebakaran hutan yang terjadi tahun 2014 dan 2015.

Ya, kebakaran hutan yang mereka sebabkan terjadi secara berulang di lokasi yang sama, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 20.000 hektare atau seluas sepertiga Jakarta habis dilalap api yang disebabkan oleh PT Bumi Mekar Hijau (PT BMH).

Atas hal ini pemerintah menggugat secara Perdata PT BMH sebesar Rp 7,9 triliun dengan rincian kerugian lingkungan hidup Rp 2,69 triliun dan biaya pemulihan lingkungan hidup Rp 5,29 triliun).

Pemerintah lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggugat secara Perdata karena PT BMH dianggap tidak serius dan lalai dalam mengelola izin yang diberikan sampai menciptakan kebakaran yang berulang.

Baca Juga: Baru Saja Dilaporkan Kepada KPK, Terungkap Ternyata Gibran Punya Harta Sendiri Nyaris Setengah Dari Kekayaan Presiden Jokowi, Segini Jumlah dan Asetnya

Baca Juga: Pantas Berani Laporkan Gibran dan Kesang ke KPK dengan Dugaan Kasus Korupsi, Selain Kantongi Bukti Aliran Dana Sekitar Rp99 Miliar, Ternyata Inilah Latar Belakang Sosok Ubedilah Badrun

Namun sebenarnya PT BMH mendapat gugatan atas dua perkara.

Selain gugatan Perdata dari KLHK, Markas Besar Kepolisian RI menggunakan hukum pidana.

Penyebab api lama padam ternyata adalah karena PT BMH tidak memiliki sarana dan prasarana untuk memadamkan api, atau yang sering disebut sebagai menara api.

BMH juga ternyata menyediakan enam personel pasukan pemadam yang bekerja dengan dua sepeda motor usang dan tinggal secara sederhana di mes yang ala kadarnya, menurut laporan-laporan mengenai pengusutan kasus ini.

Menanggapi gugatan Perdata dari KLHK, sebuah sidang lapangan di lokasi kebakaran digelar oleh Hakim Pengadilan Negeri Palembang pada November 2015.

Mengejutkannya dalam sidang lapangan itu berdiri megah menara api setinggi 20 meter, kemudian sudah ada juga mes besar lengkap dengan gudang pemadam kebakaran, serta puluhan anggota pasukan pemadam berseragam lengkap dilengkapi mobil double gardan.

Kemegahan sarana-prasarana itu otomatis menggugurkan gugatan Perdata KLHK yang menyebut PT BMH lalai mengelola izin mereka sendiri, dan akhirnya hakim ketua saat itu, Parlas Nababan, membebaskan PT BMH dari ancaman membayar ganti rugi material dan pemulihan lingkungan sebesar Rp 7,9 triliun.

KLHK mengajukan banding yang kemudian dikabulkan oleh hakim, tapi nilai ganti rugi turun sampai hanya Rp 78 miliar saja.

Baca Juga: Telusuri Dugaan Aliran Dana yang Masuk ke Rekening Gibran dan Kaesang, Ternyata Berkaitan dengan Perusahaan Pembakaran Hutan Ini, Seperti Apa Skemanya?

Baca Juga: Kehidupan Suku Togutil di Pedalaman Hutan Halmahera, Semakin Kesusahan Pangan di Hutan Rumah Mereka Sendiri

Tim ahli yang salah satunya merupakan guru besar perlindungan hutan Fakultas Kehutanan IPB menyarankan KLHK mengajukan permohonan kasasi, yang disetujui oleh KLHK.

Namun KLHK tidak kunjung mengirim dokumen gugatan sampai batas permohonan kasasi terlewati.

Akhirnya putusan yang diambil didasari keputusan banding.

Gugatan pidana juga berakhir lebih nahas lagi karena sejak September 2015 ketika Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan manajemen BMH sebagai tersangka pembakar lahan konsesinya sendiri, penanganan kasus itu tidak jelas.

Sulit untuk mengeksekusi putusan pengadilan itu karena KLHK tidak menyertakan permintaan sita aset dalam persidangan.

Hal ini membuat hakim tidak menyertakan permintaan sita aset kepada perusahaan yang terlibat pembakaran hutan dan walaupun menyatakan bersalah, hukuman tidak bisa diberikan secara maksimal.

Akibat lainnya adalah perusahaan-perusahaan seperti PT BMH bisa mangkir membayar denda karena tidak ada aset sebagai jaminan pengganti.

Keterkaitan Sinar Mas dan PT BMH

Baca Juga: Pantas Saja Tidak Tahu Ada Manusia Lain Hidup di Bumi, Begini Kehidupan Suku Korowai di Indonesia yang Hidup 'Bertengger' di Atas Pohon Tinggi

Baca Juga: Konon Mendiami Pedalaman Hutan Kalimantan, Inilah Kelompok Suku Dayak Penjaga Hutan Belantara Kalimantan hingga Dilabeli oleh Pemerintah Indonesia Sebagai Suku Terasing

Tahun 2018 lalu, perusahaan Asia Pulp & Paper (APP), yang mengklaim menjadi salah satu perusahaan pulp dan kertas terbesar di dunia yang juga anak perusahaan Grup Sinar Mas, membantah jika mengendalikan PT BMH.

APP mengklaim BMH hanya menjadi "pemasok independen", yang menurut mereka adalah "perusahaan independen pemegang izin konsesi HTI di Indonesia. APP tidak mempunyai saham kepemilikan di perusahaan tersebut, tapi perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai kontrak jangka panjang memasok kayu pulp ke APP."

Dalam APP Wood Suppliers Wood Suppliers Location Maps, yang dipersentasikan dalam FGD di Jakarta pada 27 Maret 2013, APP menyebut jumlah pemasok bahan baku untuk tiga pabrik mereka yang ada di Indonesia sebanyak 33 perusahaan.

Jumlah konsesi HTI yang dipegang mencapai 38, dengan luas lahan mencapai 2,6 juta hektare di Sumatera dan Kalimantan.

Hanya enam perusahaan yang statusnya "pemasok milik sendiri", sisanya 27 perusahaan (sudah termasuk PT BMH) diklaim pemasok independen.

Namun, beberapa organisasi non-pemerintah seperti Auriga, Elsam, Haki, IBC, ICW, Jikalahari, Walhi, WWF, dan YLBHI yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Hutan justru menemukan bahwa dari 27 perusahaan itu setidaknya ada 24 (yang memiliki 29 izin HTI) yang memiliki keterkaitan erat dengan Sinar Mas Grup.

Lebih spesifik: hubungan kepemilikan atau kepengurusan perusahaan. Laporan lengkap mengenai ini mereka tuangkan dalam dokumen Tapi, Buka Dulu Topengmu: Analisis Struktur Kepemilikan dan Kepengurusan Perusahaan Pemasok Kayu Asia Pulp & Paper (APP) di Indonesia.

Riset tersebut menemukan jika banyak pemegang saham (baik mayoritas atau minoritas), komisaris, dan direktur pada 24 perusahaan tersebut juga merupakan pejabat atau mantan pejabat di perusahaan yang berafiliasi dengan Sinar Mas.

Baca Juga: Konon Mendiami Pedalaman Hutan Kalimantan, Inilah Kelompok Suku Dayak Penjaga Hutan Belantara Kalimantan hingga Dilabeli oleh Pemerintah Indonesia Sebagai Suku Terasing

Baca Juga: Inilah Dina Sanichar, Inspirasi Film'The Jungle Book' yang Dibesarkan Oleh Serigala Hutan Sampai Bisa Melolong dan Menggeram, Kisahnya Berakhir Mengenaskan

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait