Intisari-Online.com - Konflik Rusia dan Ukraina sudah membuat seisi Eropa khawatir.
Namun belum juga konflik Rusia dan Ukraina terjadi, Rusia malah berkonflik dengan Inggris.
Bahkan senjata nuklir dibawa-bawa.
Apa yang terjadi?
Dilansir dari express.co.uk pada Kamis (13/1/2022), pemerintah Inggris diminta mendamaikan perbedaan antara negara pemilik nuklir dan negara pemilik non-nuklir pada Konferensi Peninjauan Para Pihak Perjanjian tentang Non-Proliferasi Senjata Nuklir.
Baron West dari Spithead berpendapat Inggris perlu menjaga saluran komunikasi dengan Rusia, yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin, tetap terbuka.
"Kita benar-benar harus mendapatkan metode untuk terlibat dengan orang-orang seperti Rusia," kata Rekan Buruh, mantan First Sea Lord,.
"Karena jika tidak, ada yang tidak beres dan jam nuklir bergerak menuju tengah malam."
"Dan kita benar-benar harus memaksakan diri untuk menjalin hubungan dengan negara-negara ini agar tidak terjadi kesalahan."
“Karena tidak diragukan lagi, misalnya, jika kita tidak memiliki senjata nuklir sama sekali, dan Rusia memilikinya mereka akan terus maju dan melakukan apa yang ingin mereka lakukan."
"Kita benar-benar harus melakukan upaya itu."
Menteri Luar Negeri Inggris Lord Ahmad mengakui bahwa negaranya masalah ketidaksepakatan dengan negara-negara nuklir seperti Rusia.
"Kita terus terlibat dan kita melakukan hal itu," ucapnya tegas.
"Memang, sementara ini tidak ada hal khusus untuk masalah nuklir."
"Tetapi situasi keamanan di Eropa dan Ukraina membuat kami berubah pikiran."
"Kami akan berupaya bicara dengan NATO dan sekutu lainnya."
Dalam pernyataan bersama yang jarang dikeluarkan pada 3 Januari 2022, P5 (China, Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS)) mengatakan mereka "sangat percaya" bahwa penyebaran lebih lanjut senjata nuklir harus dihindari.
Sebab mereka setuju bahwa perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan tidak boleh diperangi.
Pernyataan itu menyusul Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Alexander Grushko yang mengatakan Moskow akan menggunakan sarana militer untuk menetralisir ancaman terhadap keamanannya.
Tapi itu terjadi hanya jika sarana politik tidak cukup terbukti, kantor berita Interfax melaporkan.
Di sisi lain, Rusia dan NATO telah berbicara tentang tuntutan keamanan Moskow.
Grushko mengatakan bahwa Moskow menetapkan kemungkinan tindakan balasan yang dapat diambil selama pembicaraan, menurut kantor berita RIA.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan aliansi itu bersedia untuk mengadakan pembicaraan senjata.
Tetapi tidak akan membiarkan Moskow memveto Ukraina untuk bergabung dengan NATO suatu hari nanti.
Stoltenberg mengatakan kepada wartawan: "Ada risiko nyata untuk konflik bersenjata baru di Eropa."
“Ada perbedaan signifikan antara sekutu NATO dan Rusia. Perbedaan kita tidak akan mudah untuk dijembatani," tutupnya.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR