Advertorial

Terjadi Demo Besar-besaran, Inilah Latar Belakang dan Dampak Tritura

Khaerunisa

Editor

Pada 10 Januari 1966, terjadi demonstrasi besar-besaran menuntut agar pemerintah memenuhi Tritura. Inilah latar belakang dan dampak Tritura.
Pada 10 Januari 1966, terjadi demonstrasi besar-besaran menuntut agar pemerintah memenuhi Tritura. Inilah latar belakang dan dampak Tritura.

Intisari-Online.com - Inilah latar belakang dan dampak Tritura.

Pada 10 Januari 1966, terjadi demonstrasi besar-besaran menuntut agar pemerintah memenuhi Tritura.

Saat itulah untuk pertama kalinya Tritura dikumandangkan, yaitu di halaman Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI).

Ketika itu, aksi juga dilangsungkan di tempat-tempat strategis lainnya di Jakarta.

Tritura merupakan singkatan dari Tri Tuntutan Rakyat atau tiga tuntutan rakyat. Kini, 10 januari diperingati sebagai Hari Tritura.

Tiga tuntutan yang disebut Tritura merupakan hasil diskusi para mahasiswa yang disepakati dalam pertemuan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 9 Januari 1966.

Para perumus Tritura antara lain wakil KAMI Pusat yaitu, lsmid Hadad (Ikatan Pers Mahasiswa), Saverinus Suwardi (PMKRI) dan Nazaruddin Nasution (HMI).

Apa latar belakang lahirnya Tritura dan apa dampaknya?

Baca Juga: Diperingati Setiap Tanggal 10 Januari, Inilah Peran Pelajar dan Mahasiswa dalam Aksi Tritura

Baca Juga: Terjadi di Akhir Pemerintahan Presiden Soekarno, Ini Latar Belakang dan Dampak Tritura

Latar Belakang Lahirnya Tritura

Lahirlah Tritura dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi dan politik Indonesia pada tahun 60-an.

Dalam Buku Gerakan Mahasiswa 1966 dan 1998 (2011) yang diterbitkan Kemenparekraf tertulis bahwa kondisi politik di Indonesia dari tahun 1960 sampai dengan 1965 diwarnai oleh konstelasi tiga kekuatan politik.

Tiga kekuatan besar yang berkembang pada saat itu berpusat pada Soekarno, ABRI (Angkatan Darat) dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ketidakstabilan politik kemudian menyebabkan menurunnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan.

Belum lagi kebijakan Presiden Soekarno yang membuat Indonesia dijauhi negara barat karena sikap anti neokolonialisme dan neoimperialisme menyebabkan posisi Indonesia semakin sulit.

Sikap itu membuat Indonesia akhirnya kehilangan dukungan internasional baik di bidang politik maupun ekonomi.

Puncaknya adalah pada malam gerakan 30 September (G30S), tahun 1965.

Kemudian, ketidakstabilan politik pun berdampak pada kondisi ekonomi yang membuat rakyat merasa kesulitan.

Baca Juga: Rudal Balistik DF-26 China Bisa Bikin Pangkalan Militernya Kocar-kacir dengan Mudah, AS Segera Aktifkan Kembali Fasilitas Korps Marinirnya di Guam

Baca Juga: Serigala Berbulu Domba! Bertahun-tahun Berteman Dekat Demi Kalahkan AS, China Diam-diam Tusuk Rusia dari Belakang Lewat Satu Negara yang Mati-matian Diklaim Rusia Ini

Merespon kondisi tersebut, maka lahirlah Tritura, yang isinya sebagai berikut:

1. Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI)

2. Pembersihan Kabinat Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S

3. Penurunan harga.

Kemudian, pada 12 Januari 1966 wakil mahasiswa diundang Presiden Soekarno di lstana Bogor untuk menghadiri sidang kabinet.

Beberapa tuntutan mahasiswa dijawab dengan penurunan harga minyak sebesar 50 persen serta upaya untuk mencari jalan keluar untuk menurunkan harga barang secara keseluruhan.

Namun, kemudian presiden Soekarno merasa janjinya sulit direalisasikan.

Selain itu, juga menuduh gerakan mahasiswa dimanipulasi dan ditunggangi oleh kekuatan neokolonialisme dan imperialisme.

Baca Juga: Dari Semula Ingin Jegal China, Amerika Kini Justru Mati-Matian Ingin Jegal Rusia, Sederet Sanksi Ekomi Ini Disiapkan Untuk Menghukum Negeri Beruang Merah

Baca Juga: Pantes Sumringah Saat Rusia Diminta Kirim Pasukan ke Kazakhstan Ternyata Kekacauan di Sana Justru Memberi Keuntungan Besar pada Putin Ini Alasannnya

Maka, mahasiswa pun kembali bergerak agar Tritura dipenuhi. Salah satunya dengan melakukan aksi sabotase pelantikan Kabinet Baru yang memaksa para calon menteri harus mencapai istana dengan menggunakan helikopter.

Nahas, jatuh korban dalam situasi yang memanas antara mahasiswa dan pasukan pengawal khusus presiden, Cakrabirawa.

Salah seorang demonstran dari Universitas Indonesia, Arif Rachman Hakim tertembak dan gugur.

Hal itu pun semakin membakar semangat para mahasiswa, di mana nyaris setiap hari aksi demonstrasi dilakukan.

Dampak Tritura

Puncaknya terjadi pada 11 Maret 1966, dengan mahasiswa kembali menggelar demonstrasi secara besar-besaran di depan Istana Negara.

Demonstrasi itu mendapat dukungan dari tentara.

Mahasiswa mengepung Istana Kepresidenan dan menuntut Tritura yang salah satunya meminta pembubaran PKI.

Baca Juga: Cuma Perkara Harga Gas Naik Sampai Menimbulkan Keributan Besar Hingga Kerahkan Militer, Ternyata Ini Alasan RakyatKazakhstan Sampai Murka

Bahkan, tidak hanya mahasiswa yang mengepung Istana, tetapi sejumlah tentara tidak dikenal juga disebut mengelilingi Istana Kepresidenan.

Letnan Jenderal Soeharto pun meminta agar Soekarno memberikan surat perintah untuk mengatasi konflik.

Surat perintah itu dikenal sebagai Supersemar.

Surat itulah menjadi awal bagi Soeharto mendapat wewenang untuk mengambil segala tindakan untuk menjamin keamanan, ketenangan dan stabilitas politik.

Sementara pengaruh Soekarno sebagai presiden semakin melemah, sebaliknya, Soeharto justru kian kuat bak pahlawan penyelamat bangsa.

Akhirnya, Orde Lama benar-benar tumbang dan digantikan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.

Surat Perintah 11 Maret 1966 tersebut kemudian juga dianggap sebagai awal muncul dan berkembangnya kekuasaan Orde Baru.

Sementara Tritura disebut-sebut sebagai tonggak sejarah lahirnya Orde Baru.

Terlepas dari hal tersebut, Tritura menjadi catatan sejarah Indonesia bagaimana usaha para mahasiswa untuk memperbaiki kondisi politik dan memperjuangkan hak rakyat.

Baca Juga: Buktikan Sekarang Juga! Ini 7 Cara Sederhana yang Efektif Hilangkan Stres

(*)

Artikel Terkait