Intisari-Online.com -Bagaimana Proses Berdirinya Kerajaan Mataram Islam?
Kerajaan Mataram Islam atau Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang berkuasa antara abad ke-16 hingga abad ke-18.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan ketika diperintah oleh Sultan Agung (1613-1645 M).
Sementara pendirinya yakniDanang Sutawijaya atau Panembahan Senopati.
Kerajaan yang terletak di Kotagede, Yogyakarta, ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk mencegah didirikannya loji-loji dagang di pantai utara.
Sejarah Kerajaan Mataram Islam dimulai ketika Ki Ageng Pemanahan membantu Raja Pajang, Sultan Hadiwijaya, mengalahkan Arya Penangsang dari Jipang.
Atas jasanya, Ki Ageng Pemanahan dianugerahi wilayah tanah di hutan Mentaok (sekarang Kotagede, Yogyakarta).
Ki Ageng Pemanahan membangun tanah tersebut menjadi desa yang makmur dan setelah ia meninggal, perannya diteruskan oleh putranya, Danang Sutawijaya (Raden Ngabehi Loring Pasar).
Baca Juga: Mengulas Sumber Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno, Ini Dia
Setelah itu, Sutawijaya mulai memberontak pada Pajang yang masih dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya.
Pertempuran antara Pajang dan Mataram berhasil dimenangkan oleh Sutawijaya.
Setelah Sultan Hadiwijaya sakit dan akhirnya wafat, Sutawijaya mendirikan Kesultanan Mataram.
Kehidupan politik Kerajaan Mataram Islam
Sebagai pendiri dan raja pertama Kerajaan Mataram Islam, Sutawijaya menghadapi banyak rintangan, terutama dari bupati di pantai utara Jawa yang dulunya tunduk kepada Pajang.
Mereka terus melakukan pemberontakan karena ingin melepaskan diri dari Pajang dan menjadi kerajaan yang merdeka.
Kendati demikian, Sutawijaya tetap berhasil melakukan perluasan wilayah hingga berhasil menduduki seluruh wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kesultanan Mataram mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645 M).
Baca Juga: Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Demak pada Akhir Abad ke-15
Di bawah kekuasaannya, Mataram sempat beberapa kali melakukan penyerangan ke Batavia untuk memerangi VOC.
Selain itu, wilayah kekuasaan Mataram hampir meliputi seluruh Pulau Jawa.
Keruntuhan Kerajaan Mataram Islam
Keruntuhan Mataram dimulai setelah Sultan Agung wafat dan takhta kerajaan jatuh ke tangan Amangkurat I.
Amangkurat I memiliki sifat yang bertolak belakang dengan sang ayah, bahkan disebut sebagai raja yang bengis.
Setelah tragedi demi tragedi terjadi, rakyat mulai takut dan terbentuk sikap antipati.
Akibatnya, rakyat bersatu menyerang kerajaan di bawah pimpinan Pangeran Trunojoyo dari Madura.
Dalam serangan itu, Amangkurat I wafat dan putra mahkota meminta dukungan VOC untuk membubarkan pasukan Trunojoyo.
Dengan bantuan VOC, putra mahkota pun berhasil menyingkirkan Trunojoyo.
Putra mahkota kemudian naik takhta dengan gelar Amangkurat II dan memindahkan ibu kota Mataram ke Kartasura.
Pada masa pemerintahan raja-raja berikutnya, Kesultanan Mataram terus mengalami pergolakan besar.
Pergolakan di kerajaan kemudian resmi diakhiri melalui Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada 13 Februari 1755.
Dalam kesepakatan tersebut, Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Nagari Kasultanan Ngayogyakarta dan Nagari Kasunanan Surakarta.
Kasultanan Ngayogyakarta diserahkan kepada Hamengku Buwono I, sementara Kasunanan Surakarta dipimpin oleh Pakubuwono III.
(*)