Intisari-Online.com - Sejak lama Israel diketahui sangat menentang program nuklir Iran, meski Teheran mengklaimnya sebagai program nuklir damai.
Tampaknya berbagai upaya untuk menghancurkan situs nuklir tersebut telah dilakukan.
Melansir artikel New York Post (6/12/2021) oleh Jake Wallis Simons, Israel telah melakukan tiga operasi besar selama 18 bulan terakhir terhadap situs nuklir Iran.
Dikatakan, serangan-serangan tersebut melibatkan sebanyak seribu personel Mossad dan dieksekusi dengan presisi yang kejam menggunakan persenjataan berteknologi tinggi, termasuk drone dan quadcopter, serta mata-mata.
Baca Juga: Ditakuti Israel, Terungkap Peralatan Militer Andalan Iran yang Digunakan untuk Menyerang Targetnya
Sementara Amerika ikut mengawasi pertemuan Iran dengan sejumlah kekuatan dunia membahas mengenai dihidupkannya kembali Kesepakatan Nuklir Iran 2015 atau JCPOA, Israel mengambil langkah-langkah yang lebih serius.
Dilaporkan bahwa Naftali Bennett, perdana menteri Israel, pada pekan lalu beralih ke kebijakan baru di Teheran, yaitu membalas agresi dari milisi yang didukung oleh Teheran dengan serangan rahasia di tanah Iran.
Itu dibangun di atas kemampuan ekstensif yang telah dibangun Mossad di Republik Islam dalam beberapa tahun terakhir.
"Pada bulan Februari, saya mengungkapkan di Jewish Chronicle of London bagaimana mata-mata Israel membunuh ilmuwan nuklir Mohsen Fakhrizadeh menggunakan senapan mesin yang dikendalikan dari jarak jauh," tulis wakil Jewish Chronicle itu.
"Saya sekarang dapat mengungkapkan rahasia di balik serangan tiga kali terakhir Israel terhadap ambisi nuklir Iran," sambungnya.
Dikatakan, upaya sabotase tripartit dimulai pada 2 Juli 2020, dengan ledakan misterius di fasilitas Pusat Sentrifugal Tingkat Lanjut Iran di Natanz,salah satu situs nuklir ultra-aman yang tersebar di sekitar Iran.
Pada awalnya, orang Iran bingung, pasalnya gedung itu meledak dengan sendirinya.
Bagaimana caranya? Menurut Simons, ketika aparat ayatollah merenovasi fasilitas tersebut pada 2019, agen-agen Israel menyamar sebagai pedagang konstruksi dan menjual perlengkapan bangunan kepada mereka.
Perlengkapan bangunan itu dikemas dengan bahan peledak, dan setahun kemudian, mereka diledakkan oleh Tel Aviv.
Meskipun hal itu menciptakan kerusakan besar, pabrik Natanz masih aman.
Di bawah lapisan pelindung beton dan besi sepanjang 40 kaki terbentang tempat suci bagian dalam aula bawah tanah A1000. Di dalamnya ada hingga 5.000 sentrifugal yang berputar siang dan malam, menit demi menit membawa rezim Iran lebih dekat ke senjata nuklir.
Kemudian tahap kedua dari rencana itu pun mulai berlaku.
Mata-mata Mossad mendekati hingga 10 ilmuwan Iran yang memiliki akses ke aula tersebut dan berhasil membujuk mereka untuk beralih pihak.
Disebut, para ilmuwan setuju untuk meledakkan fasilitas keamanan tinggi.
“Motivasi mereka semua berbeda,” kata seorang sumber Israel yang ditempatkan dengan baik kepada Simons.
“Mossad menemukan apa yang sangat mereka inginkan dalam hidup mereka dan menawarkannya kepada mereka. Ada lingkaran dalam ilmuwan yang tahu lebih banyak tentang operasi itu, dan lingkaran luar yang membantu tetapi memiliki lebih sedikit informasi.”
Bagaimana memasukkan bahan peledak ke dalam kompleks yang dibentengi, disebut dilakukan dengan dua cara.
Pertama, sebuah drone terbang ke wilayah udaranya dan mengirimkan bom ke lokasi yang disepakati untuk dikumpulkan oleh para ilmuwan.
Kemudian datang penyelundupan, misalnya melalui truk yang mengantarkan makanan ke kantin, sehingga para ilmuwan bisa mengambilnya.
Pada bulan April, setelah Iran mengumumkan bahwa mereka telah mulai menggunakan sentrifugal IR-5 dan IR-6 canggih di aula bawah tanah – yang bertentangan dengan komitmen nuklirnya – bahan peledak pun dipicu.
Ledakan itu menghancurkan sistem tenaga listrik yang aman, kemudian menyebabkan pemadaman.
Sembilan puluh persen sentrifugal pun hancur, membuat fasilitas tersebut tidak beroperasi hingga sembilan bulan.
"Para ilmuwan langsung menghilang. Semuanya hidup dan sehat hari ini," tulis Simons.
"Perhatian Mossad kemudian beralih ke produksi sentrifugal itu sendiri, untuk mengganggu upaya rezim memulihkan fasilitas Natanz," katanya.
Sementara pada 23 Juni, disebut tim merakit kit dan membawanya ke lokasi 10 mil dari pabrik TESA.
Para operator meluncurkannya, mengemudikannya ke pabrik dan melepaskan muatannya, menyebabkan ledakan besar. Kemudian drone itu kembali ke lokasi peluncuran, di mana drone itu dibawa pergi untuk digunakan lagi.
Dalam beberapa pekan terakhir, Axios melaporkan, Israel telah berbagi intelijen yang membuktikan bahwa Iran telah meletakkan dasar teknis untuk memperkaya uranium hingga kemurnian 90 persen, tingkat yang diperlukan untuk sebuah bom.
Terkait Kesepakatan Nuklir Iran, AS mengatakan bahwa kesepakatan tersebut mungkin bisa dilanjutkan jika Iran serius. Untuk diketahui, AS secara sepihak menarik diri dari JCPOA pada 2018 atas perintah presiden saat itu, Donald Trump.
Baca Juga: Salah Satunya Tragedi Trisakti, Inilah Contoh Pelanggaran HAM Berat di Indonesia
(*)