Intisari-Online.com – Sebagai Kerajaan terbesar yang berhasil menaklukkan Nusantara, sejarah Kerajaan Majapahit rupanya semakin mendapat perhatian dari kalangan pemerhati sejarah.
Kerajaan Majapahit berdiri mulai tahun 1293 Masehi.
Kerajaan besar ini tentunya meninggalkan peninggalan berupa candi dan berbagai prasasti.
Kalangan pemerhati sejarah semakin tertarik seiring dengan ditemukannya berbagai situs sejarah yang mengarah pada peninggalan Kerajaan Majapahit.
Salah satu yang ditemukan adalah Situs Kumitir yang mengarah pada sejarah awal pemerintahan Kerajaan Majapahit.
Situs Kumitir ditemukan di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kabupaten Mojokerto pada awal 2019.
Ismail Lutfi, arkeolog dari Universitas Negeri Malang (UM), mengatakan, bahwa ada berbagai faktor yang membuat banyaknya situs sejarah ditemukan dalam waktu tahun-tahun terakhir ini.
Salah satunya adalah banyaknya komunitas sejarah dan budaya yang mulai aktif memberikan informasi tentang adanya temuan situs-situs purbakala.
“Nah, ini yang menjadi salah satu pemicu kenapa banyak data arkeologis yang semula kurang mendapatkan perhatian, itu menjadi mencuat ke permukana dan oleh kawan-kawan mereka unggah ke media sosial,” kata Ismail, saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh kompas.com.
Tidak hanya itu, banyak pula pemerhati dan akademisi yang meneliti tentang temuan-temuan situs sejarah masa lalu.
Lalu, publikasi terhadap temuan juga memicu kesadaran masyarakat untuk semakin mengetahui keberadaan kerajaan-kerajaan masa lalu.
“Kalau yang resmi, itu karena pekerjaan dari instansi terkait misalnya BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Jatim, Balai Arkeologi Yogyakarta atau perguruan tinggi yang melakukan riset, ada juga temuan-temuan yang belakangan ini dipublis,” katanya lagi.
Untuk kegiatan tersebut, Ismail terlibat dalam kegiatan ekskavasi di sejumlah temuan sejarah mengatakan, temuan situs purbakala di Jawa Timur beragam dan tersebar di berbagai daerah.
Dari temuan itu juga terdapat situs yang menunjukkan kehidupan di masa pra sejarah.
Ini misalnya temuan artefak yang menggunakan bahan perunggu di Situbondo yang mengarah pada cerita kehidupan di masa pra sejarah.
“Dari sisi kuantitas, sangat beragam sebenarnya. Mulai dari periode yang tua, di Jawa Timur ini sebenarnya ada, mulai dari abad 10 sampai abad 15 ini sebenarnya ada. Bahkan beberapa bulan terakhir, temuan di daerah Situbondo itu mengarah pada peninggalan pra sejarah. Berupa artefak-artefak dari bahan perunggu. Ini menarik sekali,” kata Ismail.
Penemuan Situs Kumitir
Pada awal tahun 2912, ditemukan Situs Kumitir di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kabupaten Mojokerto, yang masih dalam proses ekskavasi.
Menjadi bagian dalam proses ekskavasi itu, Ismail mengatakan bahwa temuan situs yang diperkirakan membentang lebih dari 6 hektare itu baru terbuka 30 persen, jadi ekskavasi masih terus dilanjutkan.
“Khusus untuk Kumitir ini memang masih dalam ekskavasi lanjutan. Jadi tahun ini juga akan diekskavasi lagi. Dan, kita masih mencoba mengejar data untuk sisi di sebelah barat,” kata Ismail.
Menurut Ismail, temuan situs sejarah di lokasi itu sangat kompleks, selain struktur bangunannya, di lokasi itu juga ditemukan peninggalan sejarah lainnya.
Peninggalan sejarah lain itu seperti fragmen atau pecahan gerabah, keramik asing, dan fragmen dari arca.
“Kemudian di bagian tengah, di sektor ABC itu ada struktur bangunan yang begitu menarik. Mungkin itu bagian penting dari area itu dan sejumlah batu yang sangat mungkin bagian dari candi. Jadi ini memang temuan yang betul-betul harus dikaji secara komprehensif sebelum akhirnya dibuat kesimpulan, ini sebenarnya situs apa,” kata Ismail lagi.
Dari temuan tersebut untuk sementara diperkirakan bahwa temuan situs itu merupakan bekas lokasi bangunan istimewa yang menjadi rangkaian dari kompleks Ibu Kota Kerajana Majapahit yang berpusat di Trowulan.
Sementara, Situs Kumitir dan Trowulan terpaut jarak 2 kilometer ke arah timur.
Pencocokan antara data arkeologi yang ditemukan di lapangan dan cerita sejarah yang ada di dalam Kitab Negarakertagama dan Serat Pararaton, yang membuat perkiraan tersebut semakin besar.
Dua naskah kuno peninggalan Majapahit ini mengisahkan kehidupan di masa lalu, mulai dari Kerajaan Singasari hingga Kerajaan Majapahit.
Menurut Ismail, arkeologi tidak bisa berdiri, karena data arkeologi di lapangan perlu mendapatkan dukungan dari data tekstual, data tertulis.
“Yang bisa kami gunakan ada dua, yaitu Negarakertagama dan Serat Pararaton. Dengan menghubungkan dari data lapangan dan data tekstual itu, muncul beberapa gambaran terkait dengan Situs Kumitir itu.
Jadi, dugaannya sekarang sudah mulai agak terarah menuju pusat permukiman yang istimewa, permukiman yang bukan umum, tapi istimewa,” kata Ismail.
Konteks permukiman istimewa itu berdasarkan pada struktur bangunan yang diperkirakan dibangun sepanjang 318 meter dan lebarnya 205 meter.
Diperkirakan, bangunan tersebut merupakan fasilitas khusus untuk kalangan tertentu di masa lalu.
Di dalam kompleks situs itu hanya ditemukan satu pintu gerbang yang menandakan bahwa kompleks permukiman itu hanya memiliki satu pintu sebagai akses masuk.
“Gerbangnya ada di sebelah barat. Di sebelah timur sudah dilacak semua sudah tidak ada sisa gerbang. Kalau di perumahan modern, seperti one way gate, satu pintu,” kata Ismail.
Data lain menunjukkan bahwa di lokasi terseut juga terdapat pendarmaan Mahesa Cempaka, salah satu pembesar Kerajaan Singasari yang merupakan leluhur Kerajana Majapahit.
Mahesa Cempaka hidup saat Kerajana Singasari dipimpin oleh Raja Wisnuwardhana.
“Yang menarik di situ adalah, pada sektor ABC, dugaan di sana mungkin juga dilengkapi dengan bangunan candi. Kalau menurut sumber tekstual, tempat pendarmaan dari suatu leluhur Majapahit di masa Tumapel (Singasari) yaitu Mahesa Cempaka,” kata dia.
“Ini adalah suatu dugaan yang didukung oleh data. Maka ini perlu kajian lebih lanjut. Masih melakukan upaya sitesis antara data di lapangan, penyesuaian peta berdasarkan data teks,” ujar dia.
Temuan Situs Kumitir juga memperkuat hipotesa dari salah satu profesor asal Singapura yang menyebut, permukiman di masa Kerajaan Majapahit berbentuk klaster.
“Jadi didukung dengan data ini. Dengan model klaster, di dalamnya ada banyak rumah dengan fasilitas umum dilengkapi dengan pengamanan berupa dinding atau tembok keliling,” kata dia.
Istana menantu Raja Majapahit
Permukiman itu juga diperkirakan merupakan istana Bhre Wengker yang merupakan menantu Raden Wijaya, pendiri sekaligus raja pertama Majapahit.
“Ini sekarang kemungkinan adalah istana untuk Bhre Wenger atau Batara I Wangka. Menantu dari Raja Majapahit yang pertama, Raden Wijaya,” ujar Ismail.
Data tersebut memperkuat perkiraan bahwa di lokasi tersebut terdapat pendarmaan terhadap Mahesa Cempaka.
“Ini nyambung sebenarnya, andai kata benar bahwa yang didarmakan di situ adalah tokoh dari masa Singasari akhir (Mahesa Cempaka) dan yang memuliakan di situ adalah Raja Majapahit yang pertama, itu masih sambung. Masanya tidak terlalu jauh. Tapi tetap saja ini masih dugaan, belum bisa dipastikan,” kata Ismail lagi.
Mengapa mengarah pada istana Bhre Wengker? Karena struktur bangunan yang ada di tengah lokais itu memiliki luas 318 meter dan lebarnya 205 meter.
Temuan Situs Kumitir itu semakin memperluas kisah kehidupan di sisi timur Ibu Kota Kerajaan Majapahit.
Data arkeologis lainnya yang ada di sisi timur pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit adalah Candi Tikus dan Candi Bajangratu yang berbentuk gapura.
Candi Tikus dan Candi Bajangratu berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, ini semua berada di sebelah selatan temuan Situs Kumitir.
Ismail, yang juga adalah Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komda Jatim mengatakan, Candi Tikus merupakan bangunan suci yang menyimpan tempat pemurnian air.
Itu ditunjukkan dengan adanya bangunan besar yang dikelilingi oleh menara berbentuk lebih kecil yang memancarkan air.
Menurut dia, di lokasi tersebut digunakan sebagai tempat pemurnian air yang mengalir dari arah selatan untuk dialirkan menuju kota praja, fungsinya salah satunya untuku pengairan sawah warga.
“Nah, di setiap menara itu ada lubangnya dan air bisa memancar dari lubang-lubang itu. Ini konteksnya adalah untuk memurnikan atau mensucikan air yang berasal dari wilayah selatan. Air dari wilayah selatan akan masuk ke areal Candi Tikus dan akan memancar sebagai bangunan suci dan airnya kemudian akan dibawa ke Kota Raja," ujar Ismail.
"Jadi fungsinya adalah sebagai bangunan suci untuk berbagai kepentingan. Untuk memurnikan air yang akan berdampak pada kesuburan pada pertanian yang ada di wilayah itu,” tambahnya.
Begitu juga dengan Candi Bajangratu yang berupa gapura dalam ukuran besar.
Menurut Ismail, gapura itu semestinya menunjukkan komplek tertentu yang ada di baliknya.
Sayangnya, komplek di balik gapura itu sudah hilang sehingga cerita tentang gapura itu tidak bisa diteliti lebih lanjut.
Namun, gapura itu diperkirakan merupakan bangunan penting di masa Kerajaan Majaphit.
Ini terlihat dari relief yang menempel di gapura itu, salah satunya adalah relief sritanjung yang populer di masa Majapahit.
“Yang menarik, Gapura Bajang Ratu ini juga dilengkapi oleh beberapa relief. Untuk yang bagian bawah relief sritanjung. Relief sritanjung ini adalah relief yang sangat populer di masa Majapahit. Dipahatkan di beberapa candi. Sritanjung terkait dengan nama Banyuwangi di Jawa Timur,” ujar dia.
Deretan peninggalan sejarah ini menceritakan tentang kehidupan masa lalu di sisi timur Ibu Kota Majapahit.
Temuan-temuan ini merupakan rangkaian kehidupan di masa lalu.
Berdasarkan pada teks Kidung Margasari, orang-orang dari arah selatan yang hendak berkunjug ke daerah bagian utara ibu kota kerajaan akan melewati sisi timur sambil menikmati bangunan-bangunan di daerah yang terletak di sisi timur ibu kota kejaraan.
“Tentu bukan sebuah kebetulan bahwa Bajangratu, Kumitir dan Candi Tikus berada di sisi timur dari kota praja. Itu adalah sebuah rangkaian. Karena ada penjelasan dalam Kidung Margasari, itu dikatakan bahwa kalau orang dari daerah selatan, jauh di selatan sana mau menuju ke Lemah Tulis, di utaranya Trowulan, mereka akan melihat tempat-tempat itu, di sebelah timur itu, termasuk melewati Kumitir. Dari masa lalu pun sebenarnya sudah terpetakan,” pungkas Ismail. (Andi Hartik)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari