Intisari - Online.com -Menurut Kementerian Pertahanan Ukraina, sebuah benteng yang dikendalikan oleh tentara Ukraina pada 17 Desember diserang dengan senapan mesin, mortir dan peluncur granat, menewaskan satu tentara dan melukai yang lain.
Korban terbaru menjadikan jumlah total pasukan Ukraina sejak awal tahun ini menjadi 65, meningkat signifikan dari 50 pada 2020.
Pertempuran sengit kembali terjadi di Ukraina timur di tengah konsentrasi lebih dari 175.000 tentara Rusia di dekat perbatasan.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa Moskow dengan tegas menentang penggunaan kekuatan Ukraina untuk menyelesaikan perselisihan domestik.
Rusia juga membuka kemungkinan intervensi militer untuk melindungi kekuatan penduduk berbahasa Rusia di Ukraina timur.
Juga pada 17 Desember, Rusia membuat serangkaian proposal ke AS dan sekutu NATO-nya.
Kremlin ingin Barat menjamin bahwa Ukraina tidak akan pernah diizinkan untuk bergabung dengan NATO.
Barat juga tidak diperbolehkan mengirim lebih banyak pasukan ke negara-negara Eropa Timur yang dekat dengan perbatasan Rusia.
Rusia meminta NATO untuk menghentikan semua operasi militer di Eropa Timur, menghentikan latihan militer.
Rusia menginginkan komitmen NATO untuk tidak mengirim rudal taktis jarak menengah untuk mengancam wilayah Rusia, dan bahwa para pihak tidak akan melakukan apa yang dianggap pihak lain sebagai "ancaman".
Rusia juga ingin NATO menyetujui pertukaran informasi dan menghindari penggunaan kekuatan.
Menurut media Rusia, AS dan NATO sejauh ini menolak proposal di atas, kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov.
Berbicara kepada wartawan, Ryabkov mengatakan Rusia siap untuk melakukan negosiasi mendesak dengan AS, paling cepat "besok".
"Kami siap, bahkan besok, Sabtu, untuk bernegosiasi dengan AS di negara ketiga," kata Ryabkov.
"Rusia telah menyarankan agar negosiasi dapat dilakukan di Jenewa, Swiss."
Sementara itu di tahun 2014 ketika terjadi aneksasi Krimea, pemerintah Ukraina menduga ada dua orang politisi Rusia yang menjadi donatur separatis pro-Rusia di Ukraina timur.
Saat itu dikabarkan dua politisi itu dibawa Kementerian Dalam Negeri Ukraina.
Media lokal melaporkan, pada 25 Juli 2014 kedua politisi bernama Vladimir Zhirinovsky pemimpin Partai Demokrat Liberal Rusia (LDPR) dan Gennady Zyuganov, pemimpin Partai Komunis Federasi Rusia (CPRF).
“Zhirinovsky dan Zyuganov diduga donatur kegiatan separatis yang ditujukan untuk mengubah batas-batas wilayah dan perbatasan negara Ukraina," ungkap Zorian Shkiryak, penasihat Menteri Dalam Negeri Ukraina dalam sebuah pernyataan.
Kementerian Dalam Negeri Ukraina juga pernah mempidanakan Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu.
Ia dipidanakan atas dugaan menjadi inisiator pembentukan unit paramiliter atau unit bersenjata di luar hukum Rusia.
Para pejabat CPRF menolak keras tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Ukraina tersebut.
Menurut mereka tindakan ini hanyalah bentuk rasa tidak suka mereka terhadap pemerintah dan parlemen Rusia.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini