Penulis
Intisari-online.com - Ketegangan Rusia dan Ukraina terus meningkat dari waktu ke waktu.
Tampaknya, Rusia pun enggan melepaskan Ukraina dari cengkeramannya meski situasi ini bisa mengarah pada konflik terbesar Eropa setelah Perang Dunia II.
Memanasnya Rusia dan Ukraina konon bisa memicu Perang Dunia III.
Tak hanya itu, Rusia yang kini mendekat ke Barat dan didorong NATO membuat Rusia makin kepanasan ingin menggempur Ukraina.
Sejak NATO ikut campur urusan Ukraina pada 2008, presiden Vladimir Putin telah memperingatkan, tindakannya adalah tindakan bermusuhan dengan Rusia.
Selama konflik dengan Ukraina pecah pada 2014, Putin terus mendorong militernya hingga 80%.
Ketegangan yang naik turun antara Rusia dan Ukraina didasari oleh ikatan sejarah lama bahwa Rusia dan Ukraina terikat oleh sejarah.
Rusia memiliki hubungan budaya, ekonomi dan politik yang mendalam dengan Ukraina.
Selain itu Vladimir Putin, diketahui tak mau melepaskan cengkeramannya dari Ukraina karena berbagai alasan.
"Vladimir Putin, ingin mengembalikanRusia ke status adidaya di Eurasia adalah tujuan akhir," kata Gerard Toal, profesor hubungan internasional di Virginia Tech University di AS.
"Tujuan utamanya bukan untuk memulihkan Uni Soviet, tetapi untuk membuat Rusia hebat lagi," imbuhnya.
Dengan mengendalikan Krimea, Rusia memiliki pelabuhan air hangat sepanjang tahun, memperluas pengaruhnya ke Mediterania, Timur Tengah dan Afrika Utara.
Putin pernah mengatakan dia tidak akan menerima Ukraina menjadi negara "anti-Rusia", karena Rusia dan Ukraina adalah dari kelompok etnis yang sama.
Karena itu, Rusia tetap mensponsori separatis di wilayah Donbas.
Di seberang lautan, AS melihat Ukraina anti-Rusia di pusat strategi globalnya sejak Perang Dingin.
Mantan penasihat keamanan nasional AS Zbigniew Brzezinski pernah berkata,"Tanpa Ukraina, Rusia tidak akan pernah kembali ke imperialisme."
"Sebaliknya, itu akan menjadi kebangkitan Rusia," kata Brzezinski.
Menurut Reuters, ada juga pandangan bahwa mempertahankan ketegangan atas Ukraina membantu Putin memperkuat pesan politik di Rusia.
Pertama, bahwa dia adalah pembela setia kepentingan Rusia di dunia yang dikepung, dikelilingi oleh musuh dan ancaman.
Kedua, dugaan Barat tentang serangan terhadap Ukraina telah menempatkan Rusia pada agenda internasional dan mendorong Presiden AS Joe Biden untuk melibatkan Putin dalam panggilan video.
Langkah Putin juga bisa bagus untuk mencalonkan diri untuk dua masa jabatan presiden lagi, setelah masa jabatannya saat ini berakhir pada 2024.
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan pada 12 Desember, ia menyatakan penyesalannya tentang runtuhnya Uni Soviet, "Rusia yang bersejarah" yang dibangun lebih dari 1.000 tahun sebagian besar telah hilang.
Pernyataan semacam itu memperkuat pandangan beberapa pengamat bahwa Putin melihat Ukraina sebagai "urusan yang belum selesai".
Lalu, pencaplokan Krimea, yang membuatnya mendapat pujian di Rusia adalah langkah berikutnya yang dia inginkan adalah mengembalikan sebagian atau seluruh Ukraina di bawah kendali Moskow.