Intisari-Online.com - Berdasarkan Global Power Index tahun 2021, Pakistan menempati ranking 10 dari 140 negara sebagai negara militer terkuat di dunia.
Salah satu alasan Pakistan menjadi 10 besarnegara militer terkuat di dunia adalah mereka mempunyai senjata nuklir.
Namun mantan ketua Dewan Pendapatan Federal Pakistan Shabbar Zaidi mengatakan bahwa negara itu "bangkrut".
Apa yang terjadi dengan Pakistan?
Dilansir daritimesofindia.indiatimes.com pada Sabtu (18/12/2021),Zaidi menyebut beberapa alasan Pakistan bisa dibilang bangkrut.
Salah satunya soaltransparansi dalam proyek Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC).
Sebab dia mengatakan bahwa dia sendiri belum sepenuhnya memahami apa proyek itu.
Berpidato di sebuah seminar di Universitas Hamdard, dia mengatakan semua orang di pemerintahan terus mengatakan bahwa semuanya baik dan negara berjalan dengan baik.
"Mereka mengatakan kepala kami bahwa semuanya telah sukses besar dan kami membawa perubahan, tapi ini salah."
"Menurut pandangan saya, negara ini, pada saat ini, bangkrut dan tidak berkelanjutan."
"Mereka semua untuk menipu rakyat," kata Zaidi.
Zaidi juga menyerukan transparansi dalam proyek CPEC senilai 60 miliar Dollar AS.
Dia menyesalkan kebingungan tentang proyek mana yang merupakan bagian dari CPEC.
CPEC adalah jaringan jalan, rel kereta api, dan proyek energi yang direncanakan yang menghubungkan Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang yang kaya sumber daya di China dengan Pelabuhan Gwadar yang strategis di Laut Arab.
India telah keberatan dengan CPEC karena ditempatkan melalui Kashmir yang diduduki Pakistan.
Tak lama setelah komentar Zaidi, video itu viral di media sosial.
Segera setelah video itu menjadi viral, Zaidi punmengatakan pernyataannya dibuat atas "dasar & keyakinan".
"Saya hanya ingin mengatakan bahwa seluruh pidato dibuat atas "dasar & keyakinan."
Selanjutnyaketua otoritas pajak puncak dari 10 Mei 2019 hingga 6 Januari 2020 itumengatakan total utang luar negeri Pakistan mencapai lebih dari 115 miliar Dollar AS.
Sementara defisit transaksi berjalannya antara 5 miliar Dollar AS hingga 8 miliar Dollar AS.
"Kapan kita bisa membayar utang itu?"
"Lebih baik mengenali kenyataan daripada hidup dalam ilusi. Kita perlu realitas," katanya.