Intisari-Online.com-Gatotkaca, sesuai dengan epos Mahabharata, adalah putra dari Bima dan Hidimbi.
Sang ibu menurunkan darah raksasa sehingga Gatotkaca menjadi setengah raksasa.
Hal ini memberinya banyak kekuatan magis yang membuatnya menjadi pejuang penting dalam perang Kurusetra, klimaks dari cerita.
Pada tahun 2013, ramai sebuahkerangka raksasadibagikan di media sosial dengan klaim sebagai kerangka Gatotkaca.
Namun setelah dikroscek, ternyata foto yang ramai itu merupakan karya seni seorang seniman Italia.
Menurut situs webAtlas Obscura:
“Dibuat oleh Gino De Dominicis, patung kerangka raksasa ini dipajang di Milan's Palazzo Reale pada tahun 2007."
"Dinamakan "Calamita Cosmica," atau "Cosmic Magnet", patung ini memiliki panjang 28 meter dan berat sekitar delapan ton."
"Seniman menyelesaikan pekerjaan ini tidak lama sebelum kematiannya."
Dominicis meninggal pada tahun 1998.
Namun terlepas dari kehebohan dan kebenaran di baliknya itu, tahukah Anda tentang Gatotkaca si setengah raksasa?
Dia dinamai Gatotkaca karena kepalanya yang berbentuk seperti periuk.
Dalam bahasa Sansekerta, Ghatam berarti periuk dan "Utkach" berarti kepala.
Gatotkaca ketika masih kecil, tinggal bersama ibunya.
Pada suatu hari dia bertengkar dengan Abimanyu, sepupunya, tanpa mengetahui bahwa Abimanyu adalah anak Arjuna.
Gatotkaca dianggap sebagai sosok yang setia dan rendah hati.
Dia membuat dirinya dan para pengikutnya selalu ada untuk ayahnya Bima kapan saja.
Yang harus dilakukan Bima adalah cukup memikirkannya dan Gatotkaca akan muncul.
Seperti ayahnya, Gatotkaca terutama bertarung dengan tongkat.
Istrinya adalah Ahilawati dan putranya adalah Barbarika.
Dalam Mahabharata, Gatotkaca dipanggil oleh Bima untuk berperang di sisi Pandawa dalam pertempuran Kurusetra.
Memohon kekuatan magisnya, dia membuat malapetaka besar bagi Kurawa.
Khususnya setelah kematian Jayadrata, ketika pertempuran berlanjut hingga matahari terbenam, kekuatannya paling efektif (pada malam hari).
Pada titik pertempuran ini, pemimpin Kurawa Duryudana mengimbau pejuang terbaiknya, Karna, untuk membunuh Gatotkaca karena seluruh pasukan Kurawa hampir musnah karena serangan tanpa henti dari udara.
Karna memiliki senjata dewa, atau shakti, yang diberikan oleh dewa Indra.
Itu hanya bisa digunakan sekali, dan Karna telah menyimpannya untuk digunakan pada musuh bebuyutannya, petarung Pandawa terbaik, Arjuna.
Karna yang setia, tidak dapat menolak permintaan Duryudana yang telah berjanji untuk mengabdi, melemparkan senjatanya ke Gatotkaca dan membunuhnya.
Ini dianggap sebagai titik balik perang.
Setelah kematia Gatotkaca, penasihat Pandawa Krisna tersenyum, karena dia menganggap perang telah dimenangkan Pandawa.
Itu karena Karna tidak lagi memiliki senjata ilahiah untuk digunakan dalam memerangi Arjuna.
Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer.
Misalnya dalam pewayangan Jawa, ia dikenal dengan sebutan Gatotkoco (bahasa Jawa: Gathotkaca).
Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan "otot kawat tulang besi".
(*)