Penulis
Intisari-Online.com – Dari sejarah, kita mengetahui bahwa Kerajaan Majapahit berkuasa hampir dua abad lamanya dengan menguasai hampir seluruh daerah di Nusantara.
Keberadaan Kerajaan kuno terbesar ini bisa dilihat dari candi-candi peninggalannya yang terletak di sekitar Jawa Timur, Jawa Tengah, bahkan Sumatera Utara.
Dari seni sastra yang berkembang pesat di Kerajaan Majapahit, selain prasasti, beberapa kitab yang termasyur juga menjadi bukti keberadaan Kerajaan Majapahit.
Kita mengenal Kitab Negarakertagama, Pararaton, dan Sutasoma yang bahkan salah satu isinya menjadi semboyan negara Indonesia.
Selain kitab sastra tersebut, terdapat juga Kitab Tantu Pagelaran.
Kitab Tantu Pagelaran atau Tangtu Panggelaran adalah Kitab Jawa Kuno yang menggunakan bahasa Jawa Kawi.
Kitab Tantu Pagelaran ini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-15, ysnh berkisah tentang legenda asal mula pulau Jawa.
Dikisahkan dalam Kitab Tantu Pagelaran, bahwa Batara Guru atau Shiwa memerintahkan dewa Brahma dan Wishnu, untuk mengisi pulau Jawa dengan manusia.
Ketika itu, menurut Kitab Tantu Pagelaran, pulau Jawa masih mengambang di lautan luas, terombang-ambing, dan terus berguncang.
Maka dewa mengambil keputusan untuk memakukan Pulau Jawa agar tidak terombang-ambing terus.
Para Dewa berniat memindahkan Gunung Mahameru di India ke atas Pulau Jawa.
Melaksanakan niat tersebut, maka Dewa Wishnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa, lalu menggendong gunung itu di punggungnya.
Agar gunung itu bisa diangkut dengan aman, maka Dewa Brahma menjelma menjadi ular naga raksasa yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura.
Setelah berhasil membawanya, kemudian para dewa meletakkan gunung tersebut di atas bagian pertama pulau yang mereka temui, yaitu bagian barat pulau Jawa.
Sayang sekali, ternyata berat gunung itu malahan membuat ujung pulau bagian timur terangkat ke atas, menjadi tidak seimbang.
Akhirnya, para dewa kemudian memindahkan gunung itu ke bagian timur pulau Jawa.
Ketika gunung Mahameru ini dibawa ke arah timur, serpihan gunung tercecer di sepanjang perjalanan.
Akibatnya, terjadilah jajaran pegunungan di pulau Jawa yang memanjang dari barat ke timur.
Meskipun puncak gunung Meru telah dipindahkan ke timur, namun pulau Jawa masih tetap miring.
Para dewa kemudian memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu, lalu menempatkannya di bagian barat laut.
Nah, penggalan gunung ini kemudian membentuk Gunung Pawitra, atau yang lebih dikenal sebagai Gunung Penanggungan.
Bagian utama dari Gunung Meru, yang menjadi tempat persemayaman Dewa Shiwa, kini lebih dikenal sebagai Gunung Semeru.
Pada suatu saat Sang Hyang Shiwa turun ke pulau itu, dan melihat banyak pohon Jawawut.
Maka, dia pun menamakan pulau yang terombang-ambing tadi sebagai Jawa.
Dewa Wishnu kemudian menjadi raja pertama yang berkuasa di pulau Jawa dengan nama Kandiawan, yang mengatur pemerintah, masyarakat, dan keagamaan.
Lingkungan geografis pulau Jawa dan Bali yang bergunung-gunung itu sesuai dengan mitologi Hindu.
Dalam mitologi Hindu, Gunung Meru atau Mahameru, dianggap sebagai tempat bersemayam para dewa dan sebagai sarana penghubung antara manusia dan Kahyangan.
Gunung dianggap sebagian besar masyarakat Jawa dan Bali sebagai tempat kediaman Dewata, Hyang, dan makhlus halus, sampai sekarang.
Sementara, fenomena gempa bumi yang terjadi di pulau Jawa, menjadi cara pandang dalam legenda tersebut, yang menyebut bahwa pulau ini masih saja terguncang-guncang.
Baca Juga: Jangan Salah, Peninggalan Majapahit Tak Hanya di Jawa, di Tapanuli pun Ada
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari