Ketiganya disebut harus dirotasi untuk mengisi jabatan Panglima TNI, hal ini diperlukan untuk menjaga solidaritas dan konsolidasi sektor pertahanan seperti disampaikan Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran, Muradi.
Hal ini ia sampaikan ketika pergantian jabatan Panglima TNI dari Jenderal Gatot Nurmantyo tahun 2017 lalu.
"Jabatan panglima TNI bergiliran antar matra untuk kepentingan konsolidasi. Menurut saya yang paling penting konsolidasi antar matra, internal masing-masing matra dan dengan Kementerian Pertahanan," ujar Muradi dalam diskusi publik Setara Institute bertajuk 'Pergantian Panglima dan Akselerasi Reformasi TNI', di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (23/11/2017).
Sejak Jenderal Gatot Nurmantyo, jabatan Panglima TNI diisi oleh Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang dulunya berasal dari matra Angkatan Udara, tetapi sebelum Jenderal Gatot Nurmantyo menjabat, Panglima TNI diisi oleh Jenderal TNI Moeldoko dari Angkatan Darat.
Terakhir kali seseorang dari matra Angkatan Laut mengisi posisi ini adalah periode 2010 - 2013 yaitu oleh Laksamana TNI Agus Suhartono.
Muradi menerangkan rotasi jabatan Panglima TNI diperlukan untuk mendukung visi pemerintah mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, sedangkan pada tahun 2017 itu dua tahun ke belakangnya kebijakan TNI belum mengarah pada dukungan terhadap visi poros maritim dunia.
Masalah Natuna menjadi permasalahan utama.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, Presiden Joko Widodo harus mempertimbangkan pola rotasi secara bergiliran agar memberikan penyegaran dalam tubuh TNI.
Baca Juga: Cek Tanda Kepangkatan TNI Angkatan Laut Serta Daftar Gaji Beserta Tunjangan TNI AL di Sini
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?
Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini
KOMENTAR