Advertorial

Pertemuan dengan Keluarganya Sampai Harus Dilakukan di Jakarta dengan Alasan Khusus, Inilah Charles Jenkins, Tentara AS yang Membelot ke Korea Utara Gara-gara Jadi Korban Propaganda

Khaerunisa

Editor

Intisari-Online.com - Charles Jenkins, merupakan seorang personel militer AS yang membelot ke Korea Utara pada Januari 1965.

Ia menjadi salah satu dari sedikit pesonel militer AS yang memilih jalan tersebut.

Jenkins yang berasal dari Carolina Utara ini berpangkat sersan dan bertugas bersama Divisi Kavaleri Ke-1 AD Amerika Serikat di perbatasan kedua Korea ketika dia akhirnya membelot.

Melalui proses yang tak mudah, Jenkins dan tiga orang pembelot AS lainnya kemudian mendapatkan kewarganegaraan Korea Utara.

Baca Juga: Korea Utara di Ambang Kelaparan, Sok-sokan Tutup Perbatasan dengan China, Justru Rakyat Korea Utara Jadi Korban Gara-gara Ulah Pemerintahannya Sendiri

Suatu hari, Jenkins pun bertemu dengan tambatan hatinya, Hitomi Soga, seorang perawat yang diculik Korea Utara dari Jepang pada 1978.

Setelah perkenalan mereka pada 1980, Jenkins dan Soga menikah, tetapi kemudian harus melewati perpisahan ketika Soga akhirnya kembali ke kampung halamannya.

Pada 2002, pemimpin Korea Utara saat itu Kim Jong Il tengah berupaya memperbaiki hubungan dengan Jepang dan mengakui telah menculik 13 warga Jepang.

Kim Il Sung saat itu mengizinkan, lima warga Jepang yang masih hidup, termasuk Hitomi, pergi ke Jepang untuk sebuah kunjungan singkat sebelum kembali ke Korea Utara.

Baca Juga: Jangan Lagi Ragu Konsumsi Kangkung, Sayur Murah Meriah Ini Malah Bisa Jadi Pencegah Penyakit Mematikan Ini Bersarang dalam Tubuh!

Tetapi ternyata, kelima warga Jepang itu menetap di tanah kelahiran mereka dan tak kembali ke Korea Utara.

Jenkins yang saat itu berada di Korea Utara bersama dua putri mereka pun berpisah sementara dengan Soga, sebelum mereka akhirnya diizinkan pergi ke Jepang pada 2004.

Tetapi sebelum ke Jepang, ternyata Indonesia menjadi tempat 'reuni' mereka.

Melansir CBS News (9/7/2004), Pertemuan Jenkins dan anak-anaknya dengan Soga berlangsung mengharukan.

Baca Juga: Jokowi Minta Lawyer Internasional Demi Hadapi Gugatan Uni Eropa, Konsultan Hukum Ini Bisa Jadi Pilihan, Terbukti Sanggup Bikin Timor Leste Kalahkan Australia

Air mata mewarnai bersatunya kembali dengan keluarga itu setelah berpisah selama dua tahun.

Jenkins, yang saat itu berusia 64 tahun, mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta dengan pesawat yang dikirim Jepang ke Korea Utara untuk menjemputnya.

Rupanya Indonesia dipilih sebagai tempat reuni itu, karena tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Amerika Serikat, dan dianggap aman dari tuntutan AS.

Jenkins sendiri sempat menolak untuk bertemu kembali dengan istrinya di Jepang karena kemungkinan dia bisa diekstradisi untuk diadili di Amerika Serikat.

Baca Juga: Jangan sampai Menyesal karena Tak Meliriknya! Ada Manfaat Tersembunyi dalam Makanan yang Kurang Populer Ini, Ternyata Kandungannya Bisa Mencegah Penyakit Mematikan

Bertemu dengan suami yang dirindukannya, Hitomi Soga membenamkan wajahnya di bahu Jenkins dan memeluknya.

Soga kemudian menoleh ke dua putrinya yang masih remaja dan memeluk mereka, sementara Jenkins berlinang air mata.

"Saya sangat senang," kata Jenkins sambil tersenyum.

Saat itu, Jenkins mengenakan jas dan dasi gelap, sementara di kerahnya ada pin bertuliskan gambar Kim Il Sung, pendiri Korea Utara.

Baca Juga: Kaya Makna, Yuk Mengenal Kain Tais Timor Leste yang Biasa Dijadikan Mahar dalam Perkawinan dan Menyambut Tamu, Ini Istimewanya!

Dua bulan kemudian, pada September 2004, Jenkins muncul di Kamp AD Amerika Serikat di sisi barat Tokyo dengan mengenakan seragam militer lengkap.

Kemudian pada November 2004, Jenkins mengaku bersalah telah melakukan disersi dan membantu musuh. Dia pun mendapatkan hukuman 30 hari kurungan, dipecat dengan tidak hormat dari kemiliteran, dan kehilangan semua hak serta tunjangannya sebagai personel militer AS.

Setelah dibebaskan dari hukuman pada akhir November, dia tinggal bersama istri dan putrinya di Pulau Sado. Dan pada 2008, Jenkins mendapatkan status penduduk tetap di Jepang.

Berbicara tentang aksinya membelot ke Korea Utara, dalam buku memoarnya 'The Reluctant Communist: My Desertion, Court-martial, and 40-year Impronment in North Korea' ia mengaku punya alasan logis untuk aksinya itu.

Baca Juga: Lebih dari 12.000 Tahun Lalu, Tembakau Telah Digunakan oleh Manusia, Bukti Awal Penggunaannya Ditemukan di Negara Ini

"Saya tahu saat itu saya tak berpikiri jernih dan banyak keputusan saya tak masuk akal jika dilihat saat ini.

"Namun, satu itu ada alasan logis yang membuat perbuatan saya tak terhindarkan," kata Jenkins dalam buku memoarnya.

Terungkap, begitu menyeberang perbatasan, Jenkins dan ketiga orang lainnya langsung mendapat pelecehan. Mereka ditahan di sebuah ruangan selama delapan tahun.

Jenkins dan ketiga orang lainnya juga dipaksa menghapal buku ideologi karya Kim Il Sung, pendiri Korea Utara.

Baca Juga: Jangan Lagi Ragu Konsumsi Kangkung, Sayur Murah Meriah Ini Malah Bisa Jadi Pencegah Penyakit Mematikan Ini Bersarang dalam Tubuh!

Mereka langsung mendapatkan pukulan saat melakukan kesalahan dalam menghapal isi buku karya Kim Il Sung itu.

Keempat pembelot itu sempat meloloskan diri pada 1966 dan meminta suaka kepada kedutaan besar Uni Soviet di Pyongyang. Permohonan mereka ditolak.

Setelah indoktrinasi selama enam tahun itulah, keempat pembelot AS kemudian mendapatkan kewarganegaraan Korea Utara, juga sejumlah pekerjaan.

Tapi, Jenkins menggambarkan kehidupannya di Korea Utara sangat sengsara.

Baca Juga: Padahal Banyak Negara Termasuk Indonesia Mulai Bebas dariCovid-19, WHO Malah Semakin Penasaran dengan Asal Usul Virus Corona, Sampai Bikin Gebrakan Baru, 'Ini Kesempatan Terakhir'

"Di Korea Utara, saya hidup seperti anjing. Tak ada orang biasa yang hidup enak di Korea Utara," ujar Jenkins.

"Tak ada makanan. Tak ada air bersih. Tak ada listrik. Di musim dingin, kami membeku di kamar tidur sementara dinding rumah dilapisi es," kenangnya.

Di sana, Jenkins mengajar bahasa Inggris di Universitas Pyongyang.

Kemudian pada 1982, muncul sebagai sosok bangsa Amerika yang jahat dalam film propaganda Korut "Unsung Heroes", di mana penampilannya inilah yang menjadi konfirmasi bagi AS bahwa Jenkins masih hidup.

Baca Juga: Kaya Makna, Yuk Mengenal Kain Tais Timor Leste yang Biasa Dijadikan Mahar dalam Perkawinan dan Menyambut Tamu, Ini Istimewanya!

Meski melakukan desersi dan membelot, para veteran AS masih memberikan sedikit simpati kepada Jenkins dan para pembelot lainnya.

Itu karena kondisi saat itu memang akan memaksa mereka untuk mengambil jalan itu.

"Mereka masih muda, beberapa mengalami kondisi buruk di unitnya dan terpengaruh propaganda Korea Utara.

"Jadi mereka yakin membelot adalah solusi," kata Lance Gatling, yang bertugas dengan batalion tank di Korea Selatan pada

Baca Juga: Padahal Banyak Negara Termasuk Indonesia Mulai Bebas dariCovid-19, WHO Malah Semakin Penasaran dengan Asal Usul Virus Corona, Sampai Bikin Gebrakan Baru, 'Ini Kesempatan Terakhir'

Meski Angkatan Darat AS tak akan melupakan dan mentolerir prajuritnya yang melintasi zona demiliterisasi, tetapi bagi Gatling, hidup di Korea Utara sendiri sudah seperti hukuman.

"Bagi saya, mereka dipaksa hidup 40 tahun di Korea Utara dalam kondisi menyedihkan sudah merupakan sebuah hukuman," tegasnya.

Charles Jenkins sendiri meninggal dunia pada Desember 2017 di Jepang dalam usia 77 tahun, dikabarkan karena penyakit jantung.

Jenkins meninggal dunia setelah menjalani sisa hidupnya bersama keluarganya dan bekerja di sebuah toko cendera mata wisatawan juga menulis sebuah buku tentang riwayat pengalamannya.

Baca Juga: Pariwisata Bali Kembali Dibuka Untuk Wisatawan Mancanegara, Berikut Syaratnya

(*)

Artikel Terkait