Intisari-Online.com - Tragedi G30S/PKI memang mengerikan.
Di mana PKI berhasil menculik 7 orang jenderal TNI dan membunuhnya.
Kengerian itu lantas membuat kita tidak akan pernah melupakan tragedi G30S/PKI.
Walau begitu, kudeta PKI itu bisa disebut gagal. Sebab target utama mereka lolos dari penculikan.
Dia adalah Jenderal TNI Abdul Haris Nasution (AH. Nasution), Sang Jenderal Besar.
Pada masa itu, Nasution merupakan Menteri Pertahanan dan Keamanan dan merangkap sebagai Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi.
Kata Agus Salim dalam bukunya, Tragedi Fajar: Perseteruan Tentara-PKI dan Peristiwa G 30S, Nasution merupakan target utama dalam operasi tersebut.
Mereka diminta membawa Nasution dan enam jenderal TNI AD lainnya dalam keadaan hidup ataupun mati.
Tapi Nasution berhasil lolos. Akan tetapi lolosnya Sang Jenderal Besar itu mengobarkan dua nyawa orang terdekatnya.
Mereka adalah Ade Irma Suryani, anak Nasution, dan Pierre Tendean yang bertugas sebagai ajudannya.
Pada malam 30 September 1965 itu, pasukan berseragam Resimen Cakrabirawa (pasukan pengawal kepresidenan) datang tanpa diundang.
Mereka mendatangi rumah Nasution di Jalan Teuku Umar, Gondangdia, Menteng, akarta Pusat.
Di malam itu, Ade Irma Suryani, putri bungsu Nasution, memang tidur bertiga bersama Nasution dan ibunya, Johanna Sunarti Nasution.
Lalu terdengar kegaduhan dari luar rumah. Instingnya mengatakan ada hal aneh.
Ternyata pasukan Cakrabirawa datang untuk menangkap dirinya.
Pasukan tersebut mulai masuk ke dalam rumah. Mereka mengetok pintu. Akan tetapi tidak dibuka oleh istri Nasution.
Pada akhirnya, mereka menembaki pintu kamar berkali-kali.
Suara tembakan itu membuat seisi rumah dicekam ketakutan.
Beruntungnya, istri Nasution, serta ibu dan adik Nasution, Mardiah yang lari ke kamar Nasution selamat dari tembakan.
Tapi sayang, tembakan itu mengenai si kecil Ade. Tiga peluru menembus punggung si kecil.
Di saat yang sama, suara kegaduhan itu terdengar oleh Lettu Pierre Tendean yang terbangun.
Kamarnya memang terpisah dari rumah utama.
Kemudian, dia berlari menuju sumber suara dengan membawa senjata. Tapi pasukan Cakrabirawa bertanya tentang identitasnya.
Tendean menjawab sebagai ajudan Nasution. Namun, sebagian besar pasukan salah mendengar dan mengiranya sebagai Nasution.
Pada akhirnya, Tendean diikat dan dibawa ke truk.
Tepat pukul 04.08 WIB, pasukan Cakrabirawa meninggalkan rumah itu.
Kematian Ade Irma Suryani dan Lettu Pierre Tendean meninggalkan luka yang sangat dalam diri Nasution.
Di saat dirinya berhasil kabur, justru sang putri kesayangan dan ajudannya harus merenggang nyawa menjadi perisainya.
“Anakku yang tercinta. Engkau telah gugur sebagai perisai untuk Ayahmu," kata Nasution seperti dikutip dalam buku yang berjudul “Tujuh Prajurit TNI Gugur: 1 Oktober 1965”.
“Ya Allah, terimalah putri kami ini dengan segala kebaikannya."
"Kami mengantarkannya dengan ikhlas, mengembalikannya pada-Mu, karena Engkaulah yang empunya."
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR