Intisari-online.com - Sejak pemberangusan total anggota PKI, semua orang yang pernah terlibat dengan PKI pun dihabisi.
Bahkan istri dedengkot PKI DN Aidit pun harus menerima nasib nelangsa seumur hidupnya.
Soetanti, Istri DN Aidit, menjadi incaran aparat usai suaminya menjadi buronan G30S 1965.
Dalam peristiwa itu, DN Aidit dituding sebagai dalang pemberontakan.
Pemberontakan itu menewaskan sederet perwira tinggi militer dan juga anggota Polri.
Nasib tragis dialami oleh Jenderal Ahmad Yani, Letjen Siswondo Parman, Letjen Raden Soeprapto, Mayjen Sutoyo Siswomiharjo, Letjen Mas Tirtodarmo Haryono, hingga Mayjen Donald Isaac Panjaitan.
Kemudian, Brigjen Katamso, Kolonel Sugiyono, Kapten Czi Pierre Tendean, Aipda Karel Satsuit Tubun, gugur dalam pemberontakan PKI.
DN Aidit yang dituding bertanggung jawab ditangkap lalu dieksekusi mati.
Tak hanya Aidit, keluarganya juga menanggung nasib yang mengerikan termasuk istrinya.
Soetanti, sejak suaminya menjadi buronan, ia harus mengalami nasib tragis.
Kala malam detik-detik pemberontakan G30S dimulai, Soetanti sedang bertengkar dengan suaminya DN Aidit.
Soetanti ketika itu meminta Aidit tetap dirumah, dan tak mengikuti kemauan para penjemputnya.
Namun, Aidit bersikeras untuk pergi.
Aidit tak kunjung pulang, sehingga Soetanti mengambil tindakan.
Tiga hari setelahnya Soetanti nekat meninggalkan rumah dan tiga anak laki-lakinya.
Soetanti ternyata menyusul suaminya ke Boyolali, dan bertemu Bupati Boyolali yang merupakan tokoh PKI.
Keduanya membuat rencana penyamaran.
Mereka berangkat ke Jakarta sebagai suami istri.
Tak hanya Soetanti dan pejabat Boyolali, mereka juga membawa dua anak sebagai anak angkat.
Sandiwara mereka sukses, namun tetangga mulai curiga karena sikap anak tersebut yang tak manja pada orang tuanya.
Penyamaran mereka terbongkar, dan akhirnya ditangkap.
Soetanti mengalami perpindahan penjara dari satu penjata ke penjara lain, sampai tahun 1980.
Lepas dari masa hukuman Soetanti, sempat membuka praktek sebagai dokter.
Namun, ia mengalami sakit-sakitan dan berakhir meninggal dunia tahun 1991.
Tak hanya suami, beberapa anggota keluarga Aidit seperti adiknya Basri Aidit yng bekerja di Kantor Central Comitte PKI di Kramat, Jakarta Pusat juga diringkus.
Ia dibuang ke Pulau Buru, dan keluar tahun 1980.
Setelah itu, ia membeli rumah di Bogor, Jawa Barat, berkat bantuan keluarga.