Intisari-Online.com – Tepat 56 tahun yang lalu, peristiwa yang memilukan bagi bangsa Indonesia terjadi.
Peristiwa Gerakan 30 September yang kemudian dikenal dengan sebutan G30S/PKI, memakan korban para pahlawan bangsa.
Kalau mungkin Anda belum lahir tapi pernah menonton Film G30S/PKI, maka Anda bisa membayangkan apa terjadi di tahun 1965 itu.
Salah satu peristiwa mengenaskan adalah ketika seorang gadis kecil yang ditembak oleh pasukan Cakrabirawa.
Gadis kecil itu adalah Ade Irma Suryani, yang tewas bersimbah darah dalam pelukan ibunya, Johanna Sunarti Nasution.
Melansir dari Tribun Jabar, Hendriati Sahara Nasution, anak sulung AH Nasution, saat diwawancarai TVOne, menceritakan peristiwa yang merenggut nyawa adiknya itu.
Dia mengatakan bahwa adiknya tewas tertembak dari jarak dekat.
Peristiwa berdarah yang terjadi di kediaman AH Nasution itu digambarkan dengan jelas oleh Hendriati, karena dia berada di tempat kejadian.
Sekarang, kediaman AH Nasution telah dijadikan museum, di Menteng, Jakarta Pusat.
Ketika itu pukul 03.30 WIB dini hari, Jenderal AH Nasution dan Johanna terbangun dari tidur mereka.
"Pukul 3.30 pagi, ibu saya dan ayah terbangun gara-gara nyamuk. Terdengar pintu digerebek, ibu saya melihat pasukan Cakrabirawa masuk," kata Hendrianti.
Istri AH Nasution yang menyadari hal tersebut, langsung menutup pintu.
"Itu yang akan membunuh kamu sudah datang," kata Johanna kepada suaminya.
Langsung, pasukan Cakrabirawa menembaki pintu tersebut.
"Lalu bapak (AH Nasution) bangun dan bilang biar saya hadapi, tapi ibu bilang jangan," kata Hendrianti.
Ketika penyerbuan itu terjadi, Ade Irma Suryani sedang tidur bersama ayah dan ibunya.
Sambil berusaha melindungi AH Nasution, Johanna menyerahkan Ade Irma Suryani kepada adik iparnya.
"Ibu bilang ke adik bapak, tolong pegang Irma, karena dia harus menyelamatkan bapak. Sementara ibu beliau nangis lihat ayah ditembak," carita Hendrianti.
Menuruti permintaan Johanna, adik AH Nasution itu menggendong Ade Irma Suryani.
Karena panik, tak sengaja dia membuka pintu yang diberondong oleh pasukan Cakrabirawa.
"Langsung, (pasukan Cakrabirawa) menembak adik saya. Jaraknya segini (sambil menunjuk diorama tempat ditembaknya Ade Irma dalam jarak dekat)," katanya.
Tak pelak, peluru itu pun menembus badan Ade Irma Suryani.
"Adik saya ditembak, peluru masuk ke tangan tante saya, dan menembus ke badan adik saya," ujarnya.
Pintu itu ditutup kembali oleh Johanna Nasution setelah Ade Irma Suryani tertembak.
Johanna langsung menggendong tubuh anaknya yang bersimbah darah, sambil mengantarkan AH Nasution untuk menyelamatkan diri.
Hendrianti mengatakan bahwa darah versi asli itu lebih banyak bila dibandingkan yang ada di diorama.
Sekitar tiga peluru bersarang di punggung gadis kecil Ade Irma Suryani.
Hendrianti, seperti mengutip dari halaman Facebook Museum of Jenderal Besar Dr AH Nasution, menjelaskan saat peristiwa itu terjadi usianya masih 13 tahun.
Ketika rumahnya dikepung Cakrabirawa itu, Hendriati mengatakan ia tidur di kamar seberang kamar orangtuanya.
Saat terdengar suara tembakan itulah ia terbangun.
Berusaha menyelamatkan diri, putri sulung AH Nasution itu melompat dari jendela kamarnya yang tingginya 2 meter.
"Sampai tulang kaki saya patah yang saya rasakan sakitnya sampai sekarang, paha kaki saya yang kanan penuh dengan pen penyambung tulang," ucapnya.
Sambil menahan rasa sakit di kakinya, dia mencari ajudan.
Di kamar sang ajudan, dia kemudian bersembunyi dan diberi tahu bahwa keselamatan keluarganya sedang di ujung tanduk.
"Tak berapa lama terjadi ribut-ribut di ruang jaga dan ajudan pak Nas, Lettu Czi Pierre Tendean diculik. Sampai pagi saya bersembunyi," katanya.
Menjelang pagi, Johannya mencari Hendriati sambil menggendong Ade Irma yang bersimbah darah.
Sementara, AH Nasution menyelamatkan diri dengan cara melompat pagar ke Kedubes Irak yang ada di sebelah rumah mereka.
Nasution bersembunyi di belakang tong untuk menyelamatkan diri dari penculikan dan pembunuhan itu.
Sedangkan Ade Irma kemudian dibawa ke RSPAD untuk mendapatkan pertolongan, hingga akhirnya gadis kecil itu menjalani operasi beberapa kali.
Tak kuasa melihat adiknya yang bersimbah darah, Hendriati hanya bisa menangis.
"Adik saya bilang, 'Kakak jangan nangis, adik sehat'," katanya.
Selain menenangkan Hendrianti, Ade Irma juga bertanya kepada sang ibu.
"Adik tanya ke ibu saya, 'Kenapa ayah mau dibunuh mama?"
Dan, rupanya kalimat itu merupakan kalimat terakhir yang diucapkan sebelum Ade Irma Suryani meninggal dunia.
Ade Irma Suryani menghembuskan napas terakhirnya setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit.
"Tanggal 6 Oktober adik saya dipanggil Allah. Saya sebagai manusia sudah memaafkan mereka tapi peritiwa ini tidak boleh dilupakan," tutup Hendrianti. (Fidya Alifa Puspafirdausi)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari