Advertorial
Intisari-Online.com - Film tentang peristiwa G30S PKI berjudul 'Pengkhianatan G30S/PKI' merupakan film dokudrama Indonesia yang pertama kali ditayangkan pada tahun 1984.
Film ini diproduksi pada tahun 1981 berdasarkan sejarah resmi Orde Baru yang ditulis oleh Nugroho Notosusanto pada 1966.
Arifin C Noer merupakan sosok yang menyutradarai film ini.
Sebelum menyutradarai film 'Pengkhianatan G30S PKI', ia juga pernah membuat film berjudul Serangan Fajar, Suci Sang Primadona, Petualang Petualang, Harmonikaku, dan Yuyun.
Diberitakan Harian Kompas, Senin (31/12/1984), menurut data PT Perfin yang dibeberkan direktur utama Zulharmans penonton film ini di bioskop mencapai 699.282.
Kemudian film itu mulai muncul di televisi nasional pada 1985 bertepatan dengan peristiwa 30 September, juga menjelang Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober.
Namun, pada 1998, film yang disebut-sebut menghabiskan dana Rp 800 juta ini mulai berhenti tayang di televisi.
Bagaimana sejarah film 'Pengkhianatan G30S PKI' hingga berhenti ditayangkan di televisi?
Awalnya akan diberi judul Sejarah Orde Baru
Dikutip Harian Kompas, Sabtu (15/9/1984), film ini awalnya diberi judul Sejarah Orde Baru.
Namun kemudian diubah menjadi Pengkhianatan G30S PKI.
Film dibuka dengan prolog pemberontakan PKI yang terjadi tanggal 1 Oktober 1965 dini hari.
Banyak guntingan koran yang mencerminkan suasana hangat yang ditiupkan PKI.
Kemudian disusul adegan yang memperlihatkan bahwa kesehatan Bung Karno makin mengkhawatirkan.
Setelah itu Ketua PKI DN Aidit segera mengadakan rapat organisasi yang dihadiri para pentolannya.
Isinya, perebutan kekuasaan memperoleh momentum yang tepat.
Caranya memfitnah beberapa jenderal Angkatan Darat dan memecah belah persatuan Angkatan Bersenjata.
Kemudian hal itu diwujudkan dengan penculikan dan pembunuhan keji terhadap tujuh jenderal.
Jenderal AH Nasution lolos dari lubang jarum tapi harus ditebus dengan nyawa putri dan ajudannya.
"Inilah film terbaik saya dari segi teknis," kata Arifin C Noer merujuk pada film Pengkhianatan G30S PKI.
Baca Juga: Sejarah Pemberontakan PKI Madiun: Latar Belakang dan Tujuannya
Menjadi Film Wajib di Era Soeharto
Usai dibuat, film berdurasi 271 menit ini menjadi film yang selalu diputar selama 13 tahun tiap menjelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Era Kepemimpinan Soeharto.
Oleh karena itu banyak yang menyebut fim G30S/PKI merupakan film propaganda ala rezim Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto
Mengutip Kompas.com, Penulis ArswendoAtmowiloto menyebutkan, TVRI sebagai pengelola tidak bisa menolak untuk memutarnya.
Disebutkan juga perbendaharaan film sejarah masih langka saat itu dan pemerintah melalui departemen yang ada bisa memproduksi. Selain itu juga bisa menyiarkan lewat jaringan televisi.
Film ini pun menuai pro dan kontra banyak kalangan.
Sebagian kalangan percaya mengenai brutalnya kisah yang disajikan, sedangkan sebagian yang lain meragukan cerita yang ditampilkan sama seperti sejarah yang sebenarnya terjadi saat itu.
Baca Juga: Kapan PPKI Dibentuk dan Siapa Ketuanya? Begini Sejarah Lengkap PPKI
Berhenti tayang di TV Tahun 1998
Dikutip Harian Kompas, 24 September 1998, Menteri Penerangan (Menpen) saat itu Muhammad Yunus mengritik film ini.
Saat itu dia menyampaikannya dalam Rapat Kerja antara Menpen dengan Komisi I DPR di Jakarta, Rabu (23/9/1998).
Muhammad Yunus juga menegaskan, pemutaran film yang bernuansa pengkultusan tokoh, seperti film Pengkhianatan G30S/PKI, Janur Kuning, Serangan Fajar menurutnya tidak sesuai lagi dengan dinamika reformasi.
"Karena itu, tanggal 30 September mendatang TVRI dan TV swasta tidak akan menayangkan lagi film Pengkhianatan G30S/PKI," ujarnya.
Sebagai gantinya, saat itu Deppen bekerja sama dengan Depdikbud untuk mempersiapkan sebuah film yang terdiri dari tiga episode.
Film berjudul Bukan Sekadar Kenangan itu disutradarai Tatiek Mulyati Sihombing.
Baca Juga: Sejarah Pemberontakan PKI Madiun: Latar Belakang dan Tujuannya
Upaya untuk memutar kembali film ini
Pada tahun 2017 lalu, upaya agar film 'Pengkhianatan G30S PKI' diputar kembali muncul.
Salah satunya melalui instruksi yang diberikan Panglima TNI saat itu, Jenderal Gatot Nurmantyo.
Kemudian, pada 2020 sekelompok elemen masyarakat yang mengatasnamakan dirinya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) berencana memutar kembali film tersebut, di mana salah satu inisiator KAMI adalah Jenderal Gatot Nurmantyo.
Namun, aparat kepolisian diketahui tidak mengeluarkan izin keramaian untuk kegiatan nonton bareng tersebut. Situasi pandemi serta alasan keamanan dan keselamatan masyarakat menjadi pertimbangannya.
(*)