Penulis
Intisari-Online.com -Peristiwa pasca G30S/PKI menuju Supersemar adalah sejarah kelam Indonesia melibatkan Presiden Soekarno dan para jenderal.
Soekarno bahkan menjadi tahanan saat itu.
Lantas bagaimana nasib para istri Bung Karno?
Ternyata ada yang berusaha menyelamatkannya.
Beberapa waktu yang lalu viral foto-foto dari akun Potret Lawas (@potretlawas) di Twitter menunjukkan foto hari-hari terakhir Ratna Sari Dewi.
Foto-foto tersebut diambil dari majalah Life, Co Rentmeester Maret 1966.
Waktu itu adalah 6 bulan sebelum Dewi meninggalkan Indonesia, dan kekuasaan Soekarno sedang dirongrong.
"Sebagian orang meyakini, Dewi ikut menyelamatkan Sukarno setelah G30S.
Selain jadi teman, keberadaan Dewi dianggap jadi salah satu alasan militer tak mengambil tindakan ekstrem atas Sukarno. Ia disebut cakap jadi penengah suaminya dan para jenderal yang sudah tak sabar berkuasa."
"Salah satu manufer terkenal Dewi awal 1966: main golf dg Soeharto di Rawamangun – yang menurut Probosutedjo membuat Bu Tien cemburu.
Dewi paham, posisi suaminya sudah terjepit. Ia berusaha memperhalus hubungan tegang Sukarno dan Soeharto, jenderal paling berpengaruh pasca-G30S."
"Meski dampaknya bisa didebatkan, usaha-usaha Dewi setidaknya mengulur waktu.
Dan lebih penting, adanya Dewi menguatkan Sukarno yang sudah mulai menua dan sakit. Terlebih, tak selang lama setelah potret ini diambil, Dewi hamil. Sukarno gembira tak terkira."
Kejadian permainan golf antara Ratna Sari Dewi dengan Soeharto tersebut memang benar terjadi.
Dan benar, Ibu Tien bahkan sampai cemburu dengan istri Bung Karno yang nama lainnya Naoko Nemoto ini.
Mengutip WartaKota, pertemuan dilakukan guna membahas nasib Bun Karno setelah terjadi G30S/PKI 1965.
Soeharto memberi pilihan kepada Ratna Sari Dewi saat itu, untuk kebaikan Soekarno.
Pilihan pertama, pergi ke luar negeri untuk beristirahat, kemudian pilihan kedua adalah tetap tinggal tapi sebagai presiden sebutan saja dan ketiga mengundurkan diri secara total.
Soeharto merekomendasikan opsi pertama, dan menyarankan Jepang atau Makkah sebagai tempat peristirahatan.
Intelijen Kostrad Brigjen TNI Yoga Sugomo menyatakan gagasan pertemuan ini berasal dari Martono yang kemudian nantinya menjadi Menteri Transmigrasi.
Tujuannya ternyata guna mengorek informasi kegiatan dan kebijakan Soekarno setelah G30S/PKI.
Pernyataan berbeda berasal dari Probosutedjo adik Soeharto.
Menurutnya inisiatif berasal dari pengusaha Bob Hasan, sahabat Soeharto, yang prihatin melihat hubungan Soeharto dan Soekarno yang kurang harmonis.
Baca Juga: Penyelesaian Pemberontakan PKI Madiun 1948 dengan Kolonel A.H. Nasution Memimpin Operasi Penumpasan
Kemudian Bob Hasan mengundang Dewi bermain golf di Rawamangun, dan pada saat yang sama ia mengundang Soeharto bermain golf.
Menurut sejarawan Jepang Aiko Kurosawa, Dewi tidak sadar seriusnya dampak Supersemar bahkan ia optimis Supersemar dapat mengendalikan keadaan.
Hingga akhirnya Dewi sadar ketika bermain golf bersama Soeharto 20 Maret 1966 itu.
"Belakangan Dewi memberi kesaksian kepada saya bahwa begitu mendengar tiga opsi saran Soeharto itu, dia baru menyadari bahwa dia dan suaminya telah kalah dalam pertandingan ini," ujar Aiko.
Baca Juga: Pemberontakan PKI Madiun 1948: Latar Belakang Lengkap, Jalannya Pemberontakan, dan Penyelesaiannya
Aiko juga menceritakan perjuangan lain Ratna Sari Dewi untuk merekonsiliasi Soekarno dengan jenderal-jenderal Angkatan Darat.
Dalam bukunya yang berjudul Peristiwa 1965: Persepsi dan Sikap Jepang, diceritakan Ratna Sari Dewi rela berangkat ke Jepang untuk bertemu dengan Perdana Menteri Sato 6 Januari 1966 guna meminta dukungan untuk Soekarno.
"Namun, saat itu, Pemerintah Jepang telah memutuskan untuk berada di sisi Soeharto, dan secara bertahap meninggalkan Soekarno," ujar Aiko dalam diskusi di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (10/3/2016).
Tahun 1965, Dewi pernah didatangi Jenderal M Jusuf sambil mengatakan ia diutus oleh Soeharto.
Jusuf prihatin karena Soekarno dikelilingi Soebandrio dan Hartini yang pro-PKI.
Kemudian ia meminta Dewi membujuk suaminya guna menyerahkan kekuasaan secara politik kepada Soeharto secara damai, dengan sepenuhnya masih tetap menyandang status sebagai presiden.
Peristiwa bermain golf ini sampai diberitakan oleh media Jepang Asahi Shimbun 23 Maret 1966.
Tak hanya Ibu Tien, Soekarno pun juga mengetahui pertemuan tersebut.
Ibu Tien benar-benar cemburu mengetahui Soeharto bermain golf sampai mendiamkan Soeharto selama beberapa hari.