Intisari-Online.com - Peristiwa kelam dalam sejarah bangsa Indonesia yaitu G30S/PKI pada tanggal 30 September 1965 turut melibatkan pasukan pengawal presiden, resimen Tjakrabirawa atau menurut ejaan baru disebut Cakrabirawa.
Pasukan elit yang terdiri dari orang-orang pilihan inilah yang melakukan penculikan sejumlah jenderal Angkatan Darat.
Tak ayal lagi, pasca G30s/PKI mereka harus menanggung akibatnya.
Melansir Tribunnews.com, pada 28 Maret 1966 di lapangan Markas Besar Direktorat Polisi Militer Jalan Merdeka Timur, Jakarta, pasukan pengawal Presiden Soekarno, Tjakrabirawa, secara resmi dibubarkan.
Biasanya jika ada resimen pasukan yang dilikuidasi, para anggotanya akan dikembalikan kepada satuannya masing-masing mengingat personel Tjakrabirawa berasal dari satuan AD, AL, AU, dan kepolisian.
Namun yang justru terjadi pada para personel Tjakrabirawa adalah malapetaka karena semua personelnya dianggap terlibat Gerakan 30 September.
Maka yang terjadi setelah Tjakrabirawa dibubarkan para personelnya diburu dan ditangkap oleh TNI AD untuk kemudian diinterogasi, disiksa, dan dipenjara tanpa perikemanusiaan.
Mereka menyusunstrategi supaya bisa melarikan diri secara terencana dan ditempat pelarian yang dituju mereka tetap bisa survive.
Satu di antara “rombongan” mantan personel Tjakrabirawa berkat bantuan pejabat tertentu yang pro-Soekarno bahkan bisa lari sampai Thailand secara legal dan kemudian malah bisa menjadi warga Thailand.
Agar pelarian di Thailand tidak menimbulkan masalah dan sekaligus tidak kebingungan mencari pekerjaan serta tetap bisa makan, pada awalnya para mantan anggota Tjakrabirawa banyak yang menjadi menjadi biksu.
Sedangkan anggota lainnya banyak juga yang langsung membuka lahan di hutan dan kebetulan pada tahun 1970-an untuk mengolah lahan di hutan-hutan Thailand tidak dipungut biaya.
Lahan hutan yang dibuka dan diolah pun bisa menjadi milik para pengolahnya.
Umumnya para mantan Tjakrabirawa saat ini, terutama yang masih hidup, telah menjadi petani sukses dan memiliki lahan luas.
Para mantan anggota Tjakrabirawa di Thailand pun menikah dengan warga setempat dan menjadi warga negara resmi.
Satu di antara ciri yang bisa ditandai pada mantan personel Tjakrabirawa adalah memiliki kebiasaan berburu di hutan dan dikenal sangat mahir menembak.
Jika bertemu orang Indonesia yang sedang ke Thailand, mereka sangat merahasiakan jati diri sebagai mantan Tjakrabirawa.
Baca Juga: Pemberontakan PKI Madiun 1948: Latar Belakang, Jalannya Pemberontakan, hingga Penyelesaiannya
Meskipun kadang-kadang, terutama yang berasal dari Jawa Tengah, sangat ingin berbahasa Jawa ketika bertemu turis Indonesia dari Jawa yang sedang berkunjung ke Thailand.
Selayaknya para prajurit yang pernah di satuan elit Paspampres, dalam waktu tertentu mereka berkumpul dan kadang-kadang membahas perkembangan kehidupan sosial politik Indonesia.
Sejumlah mantan anggota Tjakrabirawa yang tersebar di Thailand karena usia lanjut telah meninggal.
Namun kendati suasana Indonesia telah berubah para mantan personel Tjakrabirawa di Thailand ternyata memiliki satu prinsip, “tidak akan pernah pulang lagi ke Indonesia”.
Alasannya hanya satu.
Mereka yakin pasti akan ditangkap, dinterogasi, dan dijebloskan ke penjara.
(*)