Intisari-Online.com- Bangsa Indonesia mengalami beberapa pergolakan besar setelah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Salah satu pemberontakan yang terjadi adalah pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, Jawa Timur pada September 1948.
MelansirKompas.com, salah satu yang menjadi pemimpin dari aksi ini yakni Muso.
Dalam buku Madiun 1948: PKI Bergerak (2011) karya Harry A. Poeze, Muso merupakan salah satu pemimpin PKI di awal 1920.
Baca Juga:Sejarah Peristiwa Pemberontakan PKI Madiun 1948: Pemimpin, Latar Belakang & Akhir Peristiwa
Pada 3 Agustus 1948, Muso kembali ke Indonesia setelah menetap di Moskow, Uni Soviet sejak 1926.
Pada 10 Agustus, menuju dan menginap di Solo kediaman Wikana (gubernur militer).
Kedatangan Muso ke Indonesia adalah pembawa amanat Moskow sejak berangkat ke Uni Soviet.
Atas intruksi Moskow, ia mendirikan PKI muda.
Muso dikenal sebagai orang yang bersifat otoriter dan tidak sabar.
Bagi Moskow, justru sifat itulah yang diutamakan.
Baca Juga:Sejarah Pemberontakan PKI Madiun: Latar Belakang dan Tujuannya
Kedatangan Muso membawa perubahan besar bagi gerakan komunis di Indonesia.
Setelah tiba di Indonesia, Muso langsung menyusun doktrin bagi kekuatan komunis di Indonesia yang diberi nama "Jalan Baru untuk Indonesia".
Sesuai dengan doktrinnya, pada Agustus 1948 Partai Sosialis yang dipimpin Amir Syarifuddin dan Partai Buruh berfusi dengan PKI.
Pada bulan yang sama, Muso mengadakan pembaharuan struktur organisasi Politbiro PKI.
Muso mengecam keras kebijakan pemerintahan Kabinet Hatta.
Ia mengatakan bahwa dalam tahap perjuangan demokrasi baru, masih digunakan segenap aliran.
Akan tetapi pada kurun waktu tertentu mereka harus disingkirkan, karena hanya orang-orang PKI yang mampu menyelesaikan revolusi di Indonesia.
Pemberontakan di Madiun
Sejak awal September 1948, Muso bersama beberapa pimpinan PKI berkeliling ke daerah-daerah di Jawa, seperti Solo, Madiun, Kediri, Jombang, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, dan Wonosobo.
Dikutip dari buku Sejarah Daerah Jawa Timur (1978), ketika Muso dan Amir Syarifuddin berada di Purwodadi mendengar kabar bahwa unsur pro-PKI telah mengambil inisiatif untuk melancarkan revolusi (pemberontakan).
Pada 18 September pagi, sekelompok rakyat Purwodadi mengibarkan bendera merah dan Muso berangkat ke Madiun.
Malam hari mereka tiba di Rejo Agung dekat Madiun dan menjumpai kenyataan bahwa organisasi PKI telah melancarkan coup d'etat di Kota Madiun dan sekitarnya.
Sejak saat itu revolusi komunis atau pemberontakan komunis sudah dimulai.
Kaum komunis beranggapan bawah dunia ini telah terpecah dua, yaitu blok kapitalis imperalis di bawah pimpinan Amerika Serikat dan blok anti imperalis di bawah Rusia.
Karena perjuangan Indonesia anti imperalis maka menurut kaum komunis, Indonesia harus berada di pihak Rusia.
Untuk kepentingan pertahanan dan penindasan pemberontakan, pada 19 September presiden Sukarno selaku panglima tertinggi memaklumkan "Negara dalam keadaan bahasa".
Lewat corong radio Yogyakarta yang diangkat Kolonel Sungkono sebagai gubernur militer Jawa Timur mendapat tugas untuk menindas pemberontakan dan merebut kembali Kota Madiun.
Pada malam hari, mulai dilakukan penangkapan pimpinan PKI diberbagai daerah termasuk ibu kota Yogyakarta waktu itu.
Panglima Besar Jenderal Sudirman memerintahkan pengepungan terhadap Kota Madiun.
Gerakan pasukan pemerintah dimulai pada 21 September 1948.
Pengejaran pemberontakan oleh TNI terus dilakukan pada 31 Oktober 1948.
Pada waktu itu Brigade S (Sudarsono) yang dipimpin Kapten Sunandar telah dapat menembak mati Muso di Sumoroto.
Selanjutnya tokoh-tokoh pemberontak tertangkap di Desa Girimarto dan pada 5 November 1948 menjalani hukuman militer.
(*)