Intisari-online.com -Pemerintah Malaysia sedang geger salah satu wilayahnya menjadi lokasi tujuan imigran ekstrimis dari Indonesia dan Filipina.
Ialah Sabah, yang menjadi lokasi idaman para teroris Indonesia dan Filipina.
Kini Malaysia pontang-panting menjaga wilayah itu dengan menempatkan pasukan keamanan di sana.
Mengutip The Star, tahun lalu, ekstrimis asing telah mulai memasuki Sabah.
Bahkan para ekstrimis dan pelaku teroris ini mulai bekerja di dalam wilayah tersebut.
Uang yang mereka dapatkan kemudian digunakan untuk kemajuan kelompok teroris mereka di pengungsian Abu Sayyaf di Jolo.
Comm Datuk Hazani Ghazali, dalam wawancara sebelum penunjukannya sebagai direktur Keamanan Dalam Negeri dan Ketertiban Umum Bukit Aman Kamis kemarin, mencatat sejauh ini para teroris ini hanya menggunakan Sabah untuk bersembunyi atau sebagai tempat transit.
"Tidak begitu serius karena mereka tidak menarget Sabah. Mereka bersembunyi dengan menjaga identitas mereka saat mereka masuk negara ini," ujarnya.
Mantan kepala polisi Sabah itu mengatakan bertahun-tahun kemarin Cabang Kusus telah berhasil mendeteksi dan menahan beberapa teroris tersebut.
Banyak aksi dan pengawasan, ujarnya, berdasarkan pembagian informasi antara Malaysia, Indonesia dan Filipina.
Informasi seperti itu telah menuntun pada berbagai keberhasilan termasuk penangkapan pakar bahan peledak rakitan.
Tahun 2018 dan 2019, 4 warga asing terkait dengan berbagai kelompok ekstrimis ditangkap.
Ia mengatakan sniper Abu Sayyaf yang bersembunyi di barat daya Beaufort tidak ditangkap atau dibunuh dalam tembak-tembakan awal tahun ini.
Sementara itu, Comm Hazani mengatakan mereka berhasil menghentikan rencana Abu Sayyaf untuk menculik pemilik perkebunan setelah dua tersangka dibunuh dalam tembak-tembakan di Sandakan dua minggu lalu.
Ia mengatakan juga Komando Keamanan Sabah Timur (Esscom) dan Cabang Khusus terus berkoordinasi untuk mengawasi dan beraksi melawan para teroris ini.
"Kami selalu mengumpulkan informasi dan mengkonfirmasi dengan negara lain sebelum kami mengambil langkah.
"Kami selalu waspada, kami harus bekerja keras dan bantuan publik selalu kami butuhkan," ujar Comm Hazani, yang sebelumnya menjadi pemimpin komando Esscom sebelum menjadi Komisioner Polisi Sabah tahun lalu.
Saat ini berbagai kelompok ekstrimis termasuk Abu Sayyaf dan lebih baru lagi Jemaah Ansharut Daulah telah diketahui bersembunyi di Sabah untuk menghindari pasukan keamanan Indonesia dan Filipina.
Hubungan dengan serangan teroris
Ada kaitan antara para teroris yang bersembunyi di Sabah dengan serangan teroris yang baru terjadi di Filipina dan Indonesia.
Serangan teroris paling baru di Indonesia, pengeboman gereja di Makassar 2021, beserta pengeboman katedral Jolo, Filipina, tahun 2019 adalah bagian dari gerakan para teroris yang bersembunyi di Sabah ini.
Dalang pengeboman yang membunuh 23 dan mencederai lebih dari 100 orang di selatan Filipina, dan melukai 20 orang di Indonesia terhubung dengan keluarga Indonesia yang hidup di Sabah selama 2 bulan.
Bangkitnya ekstrimisme keluarga yang menjadi ikatan personal yang menghubungkan para militan di seluruh daerah, bertanggung jawab pada serangan bom bunuh diri yang terpaut 2 tahun di Filipina dan Indonesia itu.
"Serangan baik di Indonesia dan Filipina dapat dikategorikan sebagai aksi yang difasilitasi oleh ikatan keluarga yang kuat dan diorganisir oleh dua kelompok menebuh perbatasan, yaitu JAD (Jemaah Ansharut Daulah) di Indonesia dan Abu Sayyaf di Filipina," ujar Stanislaus Riyanta, pakar keamanan dan terorisme di Jakarta.
Pasangan suami istri Indonesia bertanggung jawab atas bom bunuh diri di Jolo, yaitu Rullie Rian Zeke (35) dan istrinya Ulfah Handayani Saleh (32) yang meledakkan diri selama misa di Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo pada 27 Januari 2019.
Rumah mereka ada di Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia.
Rullie dan Ulfah dulunya anggota JAD, kelompok Indonesia yang berhubungan dengan Islamic State (IS).
Kelompok itu hidup dengan berjualan nasi kuning untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Mereka bergabung dengan JAD karena hubungan kuat dengan pemimpin kelompok di Sulawesi Selatan.
Stanislaus mengatakan bahwa ketua JAD di Makassar adalah Muhammad Rizaldy S, kakak laki-laki Ulfah yang berusia 46 tahun.
Pada 6 Januari lalu, pasukan keamanan Indonesia membunuh Muhammad Rizaldy dan menantunya yang berumur 23 tahun, Sanjai Azis, dalam sebuah penggerebekan di Makassar.
Otoritas juga menangkap 18 anggota JAD, termasuk Ainun Preety, anak Rullie dan Ulfah.