“Saya turun, dengan hati tak karuan, ke tepi air dan ada sebuah perahu, saya melihat api yang berkobar menyedihkan, setiap orang berusaha mengeluarkan barang-barang mereka dan membawanya ke tempat yang aman.
Orang-orang miskin tinggal di rumah mereka sampai api menyentuh mereka, kemudian berlari ke perahu, atau memanjat dari satu tangga di tepi sungai, ke tempat yang lain.”
“Saya melihat api sebagai satu lengkungan api yang panjangnya lebih dari satu mil, dan itu membuat saya menangis melihatnya.
Gereja-gereja, rumah-rumah, semuanya terbakar dan menyala sekaligus, suara yang mengerikan dari api itu membuat rumah-rumah roboh.”
“Setelah tenang, dan dalam waktu satu jam melihat api mengamuk ke segala arah, namun tak seorang pun berusaha memadamkannya, tetapi memindahkan barang-barang mereka.
Angin yang sangat kencang mendorong api ke Kota, saya pergi ke White Hall dan memberi tahu Raja apa yang saya lihat.
Yang Mulia memerintahkan rumah-rumah dirobohkan untuk membuat sekat, karena tidak bisa memadamkan api.”
Seperti banyak peristiwa besar di akhir abad ke-17, Pepys menjadi pusat perhatian, menurut kurator museum London, Kristian Martin, "Dibangunkan dengan kasar oleh pelayannya, Jane, pada pukul 3 pagi dengan berita tentang kebakaran di kejauhan, mungkin tidak mengejutkan, karena melihat api di antara gedung-gedung kayu padat di London, pada awalnya dia mengabaikannya dan kembali ke tempat tidur.”
Tetapi dalam gaya Pepys, buku harian itu berkata secara jujur mencatat detail-detail kecil dan peristiwa-peristiwa tentang api yang seharusnya hilang dari sejarah.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR