Ilmuwan Ungkap Cara Kerja Virus Corona Membunuh Manusia, Ternyata Prosesnya Hampir Sama Dengan Racun Ular yang Menyerang Manusia, Kok Bisa?

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi Covid-19
Ilustrasi Covid-19

Intisari-online.com - Virus corona masih dianggap sebagai salah satau bahaya nomor satu di dunia saat ini.

Bukan karena virus ini bisa mematikan, tetapi karena penyebaran dan penularannya yang cepat membuat banyak orang mewaspadainya.

Selain itu, virus ini juga bisa membunuh manusia dalam kondisi tertentu, dan ilmuwan berhasil mengungkap cara kerja virus ini.

Menurut kantor berita Sputnik melaporkan pada 30 Agustus bahwa temuan dari tim ilmuwan dari tiga universitas AS.

Baca Juga: Setahun Lebih Indonesia Dilanda Covid-19, Dikhawatirkan Bakal Timbulkan Pandemic Fatigue, Apa itu dan Bagaimana Mengatasinya?

Mereka diantaranya Universitas Stony Brook, Universitas Arizona dan Universitas Wake Forest, mengumumkan penemuan salah satu penyebab utama kematian yang disebabkan oleh SARS-CoV-2. virus.

Menurut penelitian tim ilmiah yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Investigation pada 24 Agustus.

Seseorang dengan infeksi Covid-19 yang parah seperti menderita gigitan ular berekor lonceng, yaitu ular berbisa dari Amerika.

Ketika seseorang menjadi sakit parah dengan infeksi Covid-19, sPLA2-IIA enzim yang tersedia di dalam tubuh melonjak jumlahnya.

Baca Juga: Walau Jadi Syarat Bepergian, Inilah Beberapa Alasan Logis Mengapa Anda Tak Perlu Mencetak Sertifikat Vaksin Covid-19

Enzim ini berada dalam keluarga yang sama dengan enzim yang ditemukan dalam racun ular berbisa.

Menurut para ilmuwan, tubuh manusia memiliki sejumlah kecil sPLA2-IIA yang tersedia, enzimini berfungsi melindungi tubuh dari bakteri dan mencegah infeksi.

Namun, jika hadir dalam jumlah banyak, sPLA2-IIA akan berbahaya karena menyebabkan organ pasien berhenti bekerja, menurut Floyd Chilton, profesor di University of Arizona (AS) dan penulis utama studi penelitian baru.

"Dengan kata lain, sPLA2-IIA mencoba membunuh virus di dalam tubuh, tetapi pada titik tertentu enzim keluar dalam jumlah besar, menyebabkan hal-hal yang tidak beres," katanya.

"Itu mekanismenya, tahan terhadap penyakit, tetapi hanya sampai merugikan manusia," kata profesor.

Chilton dan rekannya menemukan bahwa sPLA2-IIA hadir dalam sampel darah dari pasien Covid-19 yang sakit kritis.

Mereka menyarankan agar obat yang digunakan untuk mengobati gigitan ular derik bisa digunakan dengan tepat untuk menangani Covid-19.

Baca Juga: Sekian Lamanya RS dan Nakes Difitnah Se-Indonesia Raup Keuntungan dari Pemakaman Covid-19, Siapa Sangka Tuduhannya Salah Sasaran, Hampir 300 Juta Terjun Bebas ke Kantong Empat Pejabat Ini

"Karena inhibitor sPLA2-IIA yang digunakan untuk mengobati gigitan ular berbisa tersedia, penelitian kami mendukung penggunaannya pada pasien Covid-19 dengan tingkat sPLA2-IIA yang tinggi, untuk mengurangi atau bahkan mencegah mereka dari kematian," kata rekan penulis studi Dr Maurizio Del Poeta.

Menurut para ilmuwan, hasil studi baru ini bisa menyelamatkan ratusan ribu nyawa di seluruh dunia.

Journal of Clinical Investigation adalah salah satu jurnal terkemuka dalam kategori situs web ilmiah "Kedokteran, Penelitian dan Eksperimen".

Jurnal ini didirikan pada tahun 1924 oleh American Society for Clinical Investigation, salah satu asosiasi tertua dan paling dihormati di Amerika Serikat.

Artikel Terkait