Intisari-Online.com - Momen pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 akan selalu menjadi momen paling bersejarah dalam bangsa Indonesia.
Itu karenateksProklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 menjadi awal kehidupan bagi bangsa Indonesia.
Dan tidak akan pernah bisa dilupakan oleh siapapun.
Namun tahukah Anda bahwa ikrarkemerdekaan bangsa Indonesia itu dibacakan dalam kondisi prihatin dan sangat sederhana?
Ya, tidak seperti negara-negara lain, kemerdekaan bangsa Indonesia diperoleh atas perjuangan sendiri.
Inilah beberapa cerita unik di balikpembacaan teksProklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Bung Karno sakit dan tidak berpuasa
Tanggal17 Agustus 1945 itu bersamaan dengan bulan Ramadhan.
Pada saat itu,Bung Karno tidak berpuasa karena sakit akibat gejala malaria tertiana.
Baca Juga: Cek Watak Weton Selasa Kliwon yang Jatuh Tanggal 17 Agustus 2021
Pada pagi hari, Bung Karno dibangunkan dr. Soeharto dan mengeluhkan badannya greges-greges.
Kemudian, dia pun disuntik dan minum obat. Bung Karno baru bangun pada pukul 09.00 WIB.
Setelah membacakan teks proklamasi pada pukul 10.10 WIB, Bung Karno kembali masuk kamar untuk beristirahat.
Bendera dari kain seprei
Fatmawati, istri Bung Karno, dikenal sebagai penjahit bendera Merah Putih
Sebelum 16 Agustus 1945, Fatmawati sebenarnya sudah membuat bendera merah putih.
Akan tetapi bendera itu dianggap terlalu kecil karena panjangnya hanya 50 cm.
Oleh karenanya, Fatmawati lalu membongkar lemarinya dan menemukan selembar kain sprei putih, tapi tidak ada kain merah.
Lalu seorang pemuda bernama Lukas Kastaryo berkeliling dan mendapatkan kain merah milik penjual soto.
Kain tersebut dibeli dan diberikan ke Fatmawati.
Bendera baru berukuran 276x200 cm itu pun dikibarkan pada 17 Agustus 1945 di tiang bambu sederhana.
Baca Juga: Panitia Sembilan dalam Sidang BPUPKI Menghasilkan Bahasan Tentang Apa?
Teks proklamasi hilang
Dari dua cerita di atas, cerita ini mungkin yang paling membuat kita terbengong-bengong.
Setelah membacakan teks proklamasi, Bung Karno membuang secarik kertas teks bersejarah itu ke tong sampah.
Beruntung wartawan BM Diah memungutnya kembali.
BM Diah sendiri lalu menyimpan rapi dokumen itu hingga baru menyerahkannya ke pemerintah pada 29 Mei 1992.
Artinya, dokumen berisi teks proklamasi itu sempat menghilang selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.