Intisari-online.com -Sebagai negara adidaya baru, China sudah sering disorot dunia untuk melihat betapa majunya mereka sekarang.
Ditambah dengan sosok presiden China, Xi Jinping yang kontroversial, China semakin menjadi sorotan seluruh warga dunia.
Salah satu ucapan Xi Jinping yang cukup kontroversial adalah yang ia ucapkan pada akhir Februari lalu.
Kala itu ia mengatakan negaranya telah mencapai "keajaiban" dalam menghapus kemiskinan.
Berbicara dalam upacara di Beijing, Xi mengatakan hal itu adalah kemenangan utuh yang akan turun temurun dalam sejarah.
Namun banyak pakar masih meragukan klaimnya tersebut.
Di China, kemiskinan ekstrim didefinisikan sebagai pendapatan kurang dari USD 620 setahun (Rp 8,9 juta).
Dalam pidatonya, Xi mengatakan "tugas besar menghapus kemiskinan ekstrim telah terlaksana.
"Menurut kriteria saat ini, semua 98.99 juta populasi miskin telah keluar dari kemiskinan, dan 832 daerah miskin dan 128 ribu desa telah dicoret dari daftar kemiskinan," ujarnya dikutip dari BBC.
Menghapuskan kemiskinan menyeluruh memang menjadi kampanye utamanya sejak Xi memimpin tahun 2012 lalu.
China umumkan akhir tahun lalu mereka telah menghapuskan daerah terakhir dari daftar daerah miskin.
Pejabat mengatakan artinya China sudah mencapai tujuan menghapus kemiskinan ekstrim akhir tahun 2020.
Namun pakar mengatakan China menerapkan standar rendah untuk definisi kemiskinan dan investasi masih diperlukan di wilayah termiskin China.
Kekhawatiran pakar rupanya memiliki bukti kuat yang baru muncul saat varian Delta menyerang China.
Melansir SCMP, Wuhan telah lama menjadi kota mati.
Salah satu warga lokal yang memiliki usaha di Wuhan, Zhang Luoluo, mengatakan kafenya saat ini menjadi satu-satunya tempat nongkrong dan sedikit dari bisnis yang masih beroperasi.
Padahal dulunya Wuhan ramai dengan toko-toko dan warga yang berbelanja.
Sejak dibuka kembali akhir April lalu setelah lockdown tiga bulan, harapan Zhang untuk segera kembali ke normalitas telah pupus saat warung-warung lain mulai gulung tikar atau memindahkan lokasi bisnisnya.
"Anak muda bekerja di perusahaan-perusahaan ini dulunya menjadi dasar bisnis kami, tapi kini mereka semua pergi.
"Kami mencoba dengan pesan antar, kami mencoba promosi, mendekorasi ulang tempat makan kami, tapi upaya kami semua sia-sia."
Untuk banyak pebisnis kecil seperti Zhang, Wuhan yang mereka ingat tidak pernah kembali.
China memang menjadi ekonomi besar pertama yang berhasil bangkit dari pandemi Covid-19, tapi pemulihannya terbata-bata, dan data menunjukkan persebaran ekonomi antara wilayah-wilayah berhubungan erat dengan pulihnya daya konsumsi konsumen di provinsi yang jauh lebih makmur serta rendahnya konsumsi di provinsi lebih miskin.
"Dampak pandemi untuk pertumbuhan ekonomi mungkin lebih lama daripada yang kami awalnya antisipasi," ujar Zhang Zhiwei, kepala ekonom di Pinpoint Asset Management.
"Orang-orang dulunya berpikir pandemi telah berakhir dan semuanya akan kembali normal. Tapi ternyata tidak demikian."
Penyebaran sporadis varian Delta telah meluas di seluruh China beberapa minggu terakhir, menuntun pemerintah lokal melakukan pembatasan yang berdampak pada konsumen dan bisnis.
Wilayah dengan sistem imun lebih baik akan lebih kuat dan memiliki dasar ekonomi lebih seimbang dan bisa menghadapi badai lebih baik.
Kesenjangan ekonomi jelas terlihat dalam pertumbuhan provinsi, dengan 29 dari 31 juridiksi tingkat provinsi mempublikasi angka resmi pada separuh tahun 2021.
Menggunakan rataan angka pertumbuhan untuk dua tahun terakhir guna menghapus gangguan virus Corona, produk domestik bruto (PDB) nasional naik 5,3% dalam paruh pertama, sementara penjualan retail yang bisa menaikkan daya beli konsumen, naik 4,4%.
Bahkan di bawah arahan strategi baru Xi Jinping "dual sirkulasi" yang mencari cara untuk meningkatkan pasar lokal China masuk ke pertumbuhan besar, konsumsi lokal pulih lebih lama dari ekspornya.
Dunia membutuhkan barang China lebih banyak daripada warga lokal sendiri.
Analisis SCMP menunjukkan pertumbuhan PDB masing-masing provinsi berhubungan dengan pemulihan penjualan retail.
Enam dari 8 provinsi unggulan pada pertumbuhan PDB 2 tahun melaporkan pertumbuhan penjualan retail lebih tinggi dari penjualan lain atau setara dengan separuh pertama tahun 2019.
Pengecualian hanyalah Zhejiang, yang bangkit dibantu ekspor dan Tibet yang tidak melaporkan penjualan retail 2 tahun.
Tujuh dari 8 provinsi PDB tertinggi China selama 2 tahun ini berada di selatan China.
Sementara itu, lima provinsi dengan pertumbuhan ekonomi terendah melaporkan pertumbuhan penjualan retail negatif selama paruh pertama dibandingkan paruh pertama tahun 2019.
Provinsi-provinsi tersebut antara lain Hubei, provinsi di timur laut China, Heilongjiang, Liaoning dan Mongolia dalam, serta provinsi Hebei.
Pertumbuhan negatif ini karena ketatnya lockdown diterapkan di provinsi-provinsi ini, walaupun ada juga provinsi yang mengalami lockdown ketat tapi masih bisa pulih yaitu Guangdong.
Ini artinya ada kesenjangan kesejahteraan antara bagian utara dan selatan, yang mana menggugurkan klaim Xi Jinping jika kemiskinan sudah dihapuskan dari China.