Penulis
Intisari-online.com - Bukan rahasia lagi jika hubungan Amerika dan China memang naik turun, panas dingin sejak lama.
Apalagi jika muncul isu-isu internasional, kedua negara ini seolah tak pernah akur dan selalu berlawanan.
Kali ini lagi-lagi Beijing dibuat marah besar oleh Amerika gara-gara transaksi sebuah senjata berat.
Menurut Daily Express pada Sabtu (7/8/21), Beijing mengecam penjualan senjata Amerika senilai 750 juta dollar AS (Rp10 Triliun) ke Taiwan.
Beijing mengecam tindakan Amerika tersebut, dengan menyebutnya sebagai provokasi ganas.
Penjualan senjata AS-Taiwan yang baru mencakup 40 unit artileri self-propelled.
Kementerian luar negeri China percaya AS "menyebabkan kerusakan serius pada hubungan China-AS" dengan "mengirim sinyal yang salah kepada pasukan kemerdekaan Taiwan.
Sebuah artikel di The Global Times menyarankan penjualan baru itu adalah bagian dari "strategi AS untuk menciptakan masalah bagi China di Indo-Pasifik."
Media asal China itu menambahkan, "China akan dengan tegas mengambil tindakan balasan yang sah dan perlu."
Kesepakatan AS adalah bagian dari rencana mereka untuk menahan apa yang AS lihat sebagai ekspansionisme China.
Amerika memiliki sejarah menyediakan senjata ke Taiwan yang mengikuti ketentuan Undang-Undang Hubungan Taiwan yang telah berusia puluhan tahun.
Seorang Juru Bicara Departemen Luar Negeri pada bulan April melaporkan bahwa Presiden Biden mengirim delegasi tidak resmi ke Taiwan untuk menunjukkan dukungan bagi pulau itu.
Langkah ini menyoroti meningkatnya ketegangan antara China dan Washington.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan, "Panduan itu menggarisbawahi Taiwan adalah demokrasi yang dinamis dan mitra keamanan dan ekonomi yang penting yang juga merupakan kekuatan untuk kebaikan dalam komunitas internasional."
Laksamana John Aquilino, menjabat sebagai komandan Komando Indo-Pasifik AS saat ini, berbicara tentang pengaruh China di Hong Kong dan Taiwan di Forum Keamanan Aspen.
"Keterlibatan kami dengan Taiwan adalah untuk memastikan bahwa mereka mampu membela diri," katanya.
"Kebijakan itu jelas dan itulah mengapa kami ada di sini," imbuhnya.
Biden juga menandatangani memorandum minggu ini yang melindungi penduduk Hong Kong yang tinggal di Amerika agar tidak dideportasi setidaknya selama 18 bulan.
Presiden AS membenarkan langkah itu dengan menyoroti 'erosi signifikan' hak dan kebebasan di Hong Kong.
Pengesahan undang-undang keamanan nasional oleh pemerintah China tahun lalu memicu protes luas di Hong Kong.
Komentar itu muncul saat PLA bersiap untuk melakukan latihan angkatan laut di Laut China Selatan.
Pakar militer Song Zhongping mengatakan kepada The Global Times, "Latihan ini telah menjadi rutinitas di dekat perairan China, dengan tujuan mengasah kemampuan PLA untuk berperang dan memenangkan perang di bawah skenario pertempuran yang realistis."
"China mengadakan latihan militer seperti menyiapkan senapan berburu dan menyerang balik serigala," tambahnya.