Seorang wanita yang mengaku sebagai istri Francisco Eladio Uribe, salah satu orang Kolombia yang ditangkap, mengatakan sebuah perusahaan menawarkan suaminya $ 2.700 untuk bergabung dengan unit tersebut.
Uribe pensiun dari tentara pada tahun 2019 dan terlibat dalam skandal "positif palsu" yang diselidiki oleh pihak berwenang, di mana tentara mengeksekusi 6.000 warga sipil antara tahun 2002 dan 2008 untuk menjadikan mereka sebagai pejuang musuh untuk mendapatkan bonus.
'Booming' industri tentara bayaran
Pada Mei 2011, surat kabar New York Times mengungkapkan bahwa sebuah pesawat yang membawa lusinan mantan tentara Kolombia tiba di Abu Dhabi untuk bergabung dengan tentara bayaran yang disewa oleh perusahaan AS Blackwater untuk menjaga aset penting Emirat.
The Times kemudian mengklaim pada tahun 2015 bahwa ratusan orang Kolombia memerangi pemberontak Houthi di Yaman, yang sekarang disewa langsung oleh UEA.
Selama dekade terakhir "telah terjadi ledakan di industri ini," kata Mantilla.
Pada saat itu, Amerika Serikat mulai mengganti pasukannya di Timur Tengah untuk "perusahaan keamanan swasta karena menyiratkan biaya politik yang lebih rendah dalam hal korban dan wilayah abu-abu dalam hukum internasional."
Ketika menyangkut potensi pelanggaran hak asasi manusia, "tanggung jawab hukum jatuh pada pelaku material" daripada Negara atau perusahaan yang mengontrak mereka, kata Mantilla.
Saat ini ada pasar global di mana perusahaan AS, Inggris, Prancis, Belgia atau Denmark merekrut tentara bayaran sebagian besar dari Amerika Latin atau negara-negara seperti Zimbabwe atau Nepal yang pernah mengalami konflik bersenjata.
"Perusahaan itu legal, tapi bukan berarti semua aktivitas yang dilakukan orang-orang ini legal," tambah Mantilla.
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR